Kategori BEM untuk bangunan baru dalam penilaian green building merupakan sebuah singkatan dari Building Environment Management atau Manajemen Lingkungan Bangunan. Untuk menciptakan operasional gedung yang ramah lingkungan, diperlukan manajemen lingkungan bangunan sejak tahap perencanaan desain.
Ruang lingkup manajemen lingkungan bangunan mencakup pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan data dan penanganan sejak dini untuk membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau.
Pihak-pihak ahli bangunan yang terlibat dalam perencanaan teknis serta pelaksanaan dan pengawasan konstruksi harus mampu untuk menjaga koordinasi dan sinergi agar keberhasilan konsep bangunan hijau terwujud. Kerjasama tim yang solid dalam proyek ini diperlukan sejak tahap perencanaan teknis hingga penyusunan petunjuk pemanfaatan bangunan gedung.
Pentingnya sumber daya manusia juga ditekankan dalam kategori ini karena tiap manusia memiliki perbedaan dalam cara dan standar kerja, apalagi di Indonesia yang standar pendidikannya belum merata. Oleh karena itu, diperlukan standar atau kriteria khusus dalam memilih sumber daya manusia untuk proyek keberlangsungan bangunan hijau.
Selain itu, dalam pengoperasian bangunan hijau, diperlukan standar manajemen yang terencana dan baku agar tercipta praktik ramah lingkungan (green performance) selama masa operasional gedung.
Kategori BEM untuk bangunan baru terbagi menjadi 1 kriteria prasyarat dan 7 kriteria penilaian utama, yaitu:
- BEM P, Basic Waste Management atau Manajemen Dasar Sampah
- BEM 1, GP as a Member of Project Team atau GP Sebagai Anggota Tim Proyek
- BEM 2, Pollution Of Construction Activity atau Polusi dari Aktivitas Konstruksi
- BEM 3, Advanced Waste Management atau Pengelolaan Sampah Tingkat Lanjut
- BEM 4, Proper Commissioning atau Sistem Kommisioning yang Baik dan Benar
- BEM 5, Submission Green Building Data atau Penyerahan Data Bangunan Hijau
- BEM 6, Fit Out Agreement atau Kesepakatan dalam Melakukan Aktivitas Fit Out
- BEM 7, Occupant Survey atau Survei Pengguna Gedung
Di tulisan ini, akan dijelaskan secara rinci mengenai pentingnya masing-masing kriteria BEM dalam penilaian green building.
PENTINGNYA MEMENUHI BEM PRASYARAT
Sama seperti kategori lainnya, kriteria prasyarat dalam kategori BEM diperlukan sebagai syarat untuk masuk ke dalam kriteria utama BEM. BEM prasyarat hadir sebagai akibat dari bentuk sampah yang semakin beragam dan rendahnya kesadaran pengguna gedung untuk melakukan pemilahan sampah yang menyebabkan sampah dalam berbagai bentuk menjadi tercampur, ditambah dengan lahan tempat pembuangan akhir atau TPA yang semakin sempit.
Sampah yang berasal dari kawasan komersial, fasilitas umum dan sebagainya termasuk ke dalam jenis sampah rumah tangga. Sampah jenis ini dihasilkan dari aktivitas sehari-hari manusia, maka hal yang dapat kita lakukan adalah mengurangi sampah yang dihasilkan dari aktivitas kita sehari-hari. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi penumpukan sampah di TPA salah satunya adalah dengan cara melakukan daur ulang sampah.
Untuk mempermudah proses daur ulang sampah, langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah melakukan pemilahan sampah. Pemilahan sampah merupakan cara yang sangat mudah dilakukan, hanya saja butuh kesadaran setiap orang untuk disiplin melakukan pemilahan sampah. Di dalam bangunan gedung, pengelola gedung dapat memfasilitasi pengguna gedung untuk memilah sampah dengan cara menyediakan tempat sampah terpisah antara tempat sampah organik dan anorganik. Penyediaan tempat sampah terpisah ini mengacu pada konsep 3R (Reuse, Reduce, Recycle).
Dengan melakukan pemilahan sampah, maka proses identifikasi sampah yang dapat didaur ulang maupun yang dapat digunakan kembali dapat dilakukan. Pihak pengelola gedung sebagai bagian dari pemilik gedung juga bisa menjadikan sampah sebagai sumber daya, misalnya menekan biaya pembelian bahan baru dengan menggunakan sampah yang masih dapat digunakan kembali atau hasil daur ulang; ataupun dapat menjual sampah tersebut kepada pihak yang membutuhkan sehingga menghasilkan pendapatan tambahan. Selain itu, penghuni gedung akan terhindar dari penyakit yang berpotensi ditimbulkan dari pengelolaan sampah yang buruk.
Dalam penilaian green building, syarat yang harus dipenuhi dalam kriteria BEM prasyarat ini adalah mengadakan instalasi pemilahan dan pengumpulan sampah rumah tangga berdasarkan jenis organik, anorganik, dan B3.
Lahirnya BEM 1 didasari oleh kesadaran terhadap proses desain bangunan hijau yang sebaiknya mengintegrasikan keenam aspek yang mulai dari tapak, energi, konservasi air, kondisi udara dalam ruang, material ramah lingkungan, dan manajemen lingkungan gedung. Maka dari itu, GP atau GREENSHIP Professional bisa membantu tim desain dalam proses desain dan konstruksi agar mencapai target kriteria GREENSHIP. Sehingga mempermudah pelaksanaan proses sertifikasi bangunan baru.
GP adalah seseorang yang sudah mengikuti pelatihan GREENSHIP dan memperoleh sertifikasi GREENSHIP, sehingga seorang GP memiliki ilmul yang cukup untuk menjelaskan kepada tim proyek mengenai buku panduan perangkat penilaian GREENSHIP NB (New Building). Sejak pertemuan pertama dengan tim proyek, GP akan menyampaikan konsep perencanaan bangunan baru dengan menggunakan pendekatan kriteria yang ada pada GREENSHIP, yaitu konsep yang ramah lingkungan. Dengan begitu, efisiensi penggunaan material dan sumber daya alam lainnya dapat tercapai sesuai dengan prinsip keberlanjutan dalam GREENSHIP yang dibuat dengan tujuan untuk menjaga kualitas lingkungan selama proses perolehan sertifikasi. GP juga berperan untuk memberikan konsultasi, masukan dan usulan teknologi atau pelaksanaan yang dapat diimplementasikan untuk mengetahui seberapa banyak kriteria yang bisa dicapai. Selain itu, dengan kualifikasinya yang sudah sangat paham mengenai perangkat penilaian GREENSHIP, seorang GP juga bisa membantu memberikan cara yang tepat untuk memenuhi target yang ingin dicapai dari perangkat penilaian tersebut. Dengan adanya GP, tindakan dalam memenuhi kategori yang ingin dicapai bisa dianalisis sejak tahap awal, sehingga biaya tambahan untuk konstruksi maupun operasional dapat ditekan seminimum mungkin.
Untuk memperoleh penilaian kriteria BEM 1, sebuah proyek pembangunan bangunan baru harus melibatkan setidaknya seorang tenaga ahli yang sudah bersertifikasi GREENSHIP Professional (GP) yang berperan sebagai pemandu proyek hingga bangunan baru mendapatkan sertifikat GREENSHIP.
Penerapan konsep ramah lingkungan tidak hanya fokus pada desain atau perencanaan untuk bangunan baru, tetapi dalam tahap prosesnya juga harus diterapkan konsep ramah lingkungan. Selama ini, banyak proses konstruksi yang berjalan tanpa memperhatikan konsep ramah lingkungan yang menyebabkan timbulnya dampak negatif seperti kebisingan, menurunnya kualitas udara bersih, menurunnya kuantitas dan kualitas air dan sebagainya. Selain itu, aktivitas konstruksi juga akan menghasilkan banyak sampah yang akan membebani TPA karena jumlah limbah yang dihasilkannya tidak diminimalisasi sejak awal. Oleh karena itu, BEM 2 untuk bangunan baru ini dibuat agar polusi yang dihasilkan dari aktivitas konstruksi bisa dikurangi.
Sebaik dan se-akurat apapun sebuah desain bangunan hijau, jika anggota tim pelaksana yang bekerja tidak menerapkan prinsip ramah lingkungan dalam melakukan segala kegiatannya, maka dampak negatif terhadap lingkungan yang akan ditimbulkan masih akan tetap terjadi. Oleh karena itu, kesadaran masing-masing individu pun diperlukan untuk mencapai target terbangunnya bangunan ramah lingkungan.
Penerapan konsep konstruksi hijau atau green construction akan meningkat seiring dengan pergerakan bangunan hijau. Green contruction merupakan sebuah gerakan konstruksi ramah lingkungan untuk mencapai pembangunan gedung yang berkelanjutan. Semua pihak dapat berpartisipasi dalam green construction ini, baik itu perusahaan konstruksi, arsitek, sampai industri, terlepas dari ukuran proyek. Tantangan yang akan dihadapi adalah perkembangan yang terus berubah sehingga kita harus pandai menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi (adapt to sustain).
Untuk memenuh kriteria BEM 2, penilaian akan dikakukan dengan cara menghitung dan memperkirakan hasil buangan dari aktivitas konstruksi, yaitu limbah cair dan limbah padat. Kriteria BEM 2 ini diharapkan memiliki rencana manajemen sampah konstruksi untuk limbah padat dan cair, sehingga dapat mendorong pengurangan sampah yang dibawa ke TPA dan polusi dari proses konstruksi.
Pengelolaan sampah tingkat lanjut diperlukan untuk mengurangi beban pembuangan ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Peran berbagai pihak dalam mengurangi volume sampah sangat penting dalam hal ini, baik pemerintah maupun masyarakat.
Dalam sebuah gedung, langkah awal yang dapat dilakukan oleh pengelola gedung untuk mengurangi volume sampah adalah menyediakan pengolahan terpadu mulai dari pemilahan sampah organik dan anorganik sampai mendaur ulang sampah.
Sampah organik dapat didaur ulang menjadi kompos yang memiliki nilai ekonomis dan manfaat untuk lingkungan. Dari segi lingkungan, proses pengomposan mendorong produksi mikro-organisme (terutama bakteri dan jamur) yang dapat menghasilkan humus melalui bahan organik, yang juga membantu untuk mempertahankan kelembaban tanah. Kompos juga telah terbukti dapat mengurangi penyakit tanaman sehingga kebutuhan penggunaan pupuk kimia dapat berkurang. Kebutuhan akan penggunaan air, pupuk, dan pestisida dapat berkurang jika menggunakan kompos hasil pengolahan limbah tersebut. Sementara dari segi ekonomi, biaya untuk pembuangan sampah ke TPA akan berkurang secara signifikan dan tidak hanya itu, jika pemilik memutuskan untuk juga menjual kompos tersebut ke pihak lain, tentu saja akan menghasilkan pemasukan tambahan untuk pemilik.
Sampah anorganik pun yang notabenenya sulit untuk diuraikan bisa dimanfaatkan dengan cara didaur ulang. Sama halnya dengan sampah organik, daur ulang sampah anorganik pun memiliki nilai ekonomis dan manfaat untuk lingkungan. Sampah anorganik seperti plastik bisa didaur ulang menjadi bijih plastik untuk digunakan kembali sebagai bahan baku pembuatan plastik. Selain itu, dengan sentuhan tangan yang kreatif, limbah plastik dapat dijadikan produk kerajinan dengan nilai jual yang cukup tinggi. Dengan begitu, beban lingkungan untuk menguraikan sampah anorganik pun akan berkurang dan menghasilkan juga nilai ekonomis.
Untuk memenuhi penilaian BEM 3 ini, diperlukan desain untuk pengolahan limbah organik maupun anorganik bangunan baru yang dilakukan secara mandiri maupun bekerjasama dengan pihak ketiga sehingga menambah nilai manfaat dan dapat mengurangi dampak lingkungan.
Gedung pada dasarnya merupakan sebuah produk yang berasal dari perakitan berbagai material yang belum tentu cocok satu sama lain. Oleh karena itu, untuk memastikan semua sistem berjalan dengan baik, perlu diadakan proses komisioning gedung baru. Menurut ASHRAE, komisioning merupakan proses yang berorientasi pada kualitas untuk mencapai, memverifikasi, dan mendokumentasikan bahwa kinerja fasilitas, sistem, dan rakitan memenuhi tujuan dan kriteria sesuai dengan perencanaan pada design intent (tujuan desain) atau owner’s project requirement (keinginan pemilik gedung) sehingga komisioning dapat membantu pemilik gedung untuk memulai siklus hidup bangunan pada produktivitas optimal. Kriteria BEM 4 ini dibuat agar proses komisioning pada bangunan baru dilakukan dengan baik dan benar.
Dalam pelaksanaannya, jika sesuai dengan proper test & commissioning (TC), kegiatan komisioning berpotensi besar untuk melakukan penghematan, mulai dari pengurangan biaya operasional dan efisiensi energi. Keterlibatan tim komisioning sejak tahap desain dan perencanaan dan pada tahap konstruksi, secara tidak langsung menjadikan peluang terjadinya perubahan desain berkurang, sehingga biaya tambahan akibat perubahan desain bisa dihindari. Selain itu, hal-hal seperti kesalahan terkait dengan pemesanan peralatan HVAC, maupun kesalahan proses instalasi alat atau sistem dapat dihindari.
Komisioning merupakan awal dari serangkaian kegiatan pemeliharaan yang dapat mencegah terjadinya kerusakan alat, memperpanjang umur alat, dan juga mengupayakan optimasi kinerja alat. Pelaksanaan komisioning yang baik dan benar juga akan meningkatkan produktivitas pengguna gedung, misalnya karyawan, melalui peningkatan kualitas dari kesehatan udara dalam gedung (indoor air quality) sebagai hasil dari komisioning yang dilaksanakan dengan baik.
Kriteria BEM 4 untuk bangunan baru ini memerlukan proses komisioning yang sesuai dengan petunjuk GBC Indonesia dan memastikan seluruh measuring adjusting instrument telah terpasang pada saat konstruksi dan sesuai dengan desain yang telah ada.
Selama ini, besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan hijau disebabkan oleh beberapa faktor eksternal seperti lokasi demografi, isu sosial, standar desain lokal dan regional (berkaitan dengan peraturan pemerintah setempat), tujuan pembangunan dan nilai dari proyek tersebut, iklim setempat, waktu, serta luasan gedung. Kriteria BEM 5 ini bertujuan untuk mengurangi biaya pembangunan bangunan hijau dengan cara mempertajam standar-standar dan bahan penelitian melalui database proyek bangunan hijau.
Mengapa dengan tersedianya database proyek bangunan hijau dapat membantu mengurangi biaya pembangunan? Karena dengan tersedianya data yang lengkap, proses analisa untuk pembelajaran mengenai perbandingan jumlah investasi antara penerapan green building dengan bangunan konvensional dapat terbantu. Selain itu, biaya yang dikeluarkan selama masa operasional gedung pun dapat dihitung dan diperkirakan sejak dini. Dengan begitu, anggapan bahwa bangunan hijau membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan hanya diperuntukkan untuk bangunan komersial dalam kalangan tertentu dapat dihindari melalui analisa pay back period.
Saat ini, database di Indonesia masih sangat lemah. Banyak dokumentasi hasil pelaksanaan nyata dari implemetasi bangunan hijau yang tidak lengkap. Padahal, data-data dasar tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber data untuk pengembangan dan penyempurnaan pelaksanaan berikutnya, baik secara teknis dan konten maupun sebagai data pendukung sebagai sarana marketing. Keadaan ini juga dapat menyebabkan rendahnya inovasi di bidang industri dalam negeri.
Oleh sebab itu, diperlukan upaya-upaya yang dapat mendorong terciptanya sebuah pusat database terpercaya yang diharapkan dapat mendorong adanya inovasi dan peningkatan kinerja yang signifikan dan berkesinambungan dengan tujuan untuk mengetahui implementasi aspek-aspek ramah lingkungan dari setiap gedung. Database tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ilmiah seperti penelitian, bahkan kepentingan pihak pembuat kebijakan agar dalam penyusunan peraturan dapat memberikan tanggapan akan kondisi riil di Indonesia. Studi di Amerika pun menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam menerapkan desain ramah lingkungan (green design) telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, hal ini disebabkan oleh jumlah bangunan hijau yang terus meningkat. Faktor lain dari penurunan biaya ini juga terkait dengan meningkatnya jumlah ahli-ahli bangunan berpengalaman yang terlibat dalam penerapan konsep bangunan hijau.
Maka dari itu, melalui kriteria BEM 5 ini diharapkan kesadaran terhadap pentingnya untuk mempertajam standar-standar dan bahan penelitian melalui database proyek bangunan hijau akan meningkat. Untuk memenuhi kriteria ini, Anda harus menyerahkan data implementasi bangunan hijau dengan format dari GBC Indonesia. GBC Indonesia menjamin kerahasiaan sumber data dan tidak akan menyebarluaskan kepada pihak lain.
Kriteria BEM 6 ini menekankan implementasi prinsip bangunan hijau saat fit out bangunan baru karena pengguna atau penyewa gedung seringkali tidak memperoleh informasi lengkap mengenai gedung yang akan ditempati dari pengelola gedung, padahal informasi menjadi acuan untuk melakukan fitting out area yang disewakan oleh pemilik gedung. Untuk itu, diperlukan sebuah standar untuk memberikan informasi sebagai edukasi kepada penyewa (tenant) dan pengguna gedung yang disediakan oleh pemilik gedung melalui pihak pengelola gedung. Pemberian edukasi kepada penyewa dan pengguna gedung bertujuan untuk menjaga kinerja bangunan agar tetap optimal dalam menerapkan konsep bangunan hijau. Sebab, jika penyewa dan pengguna gedung tidak turut serta melakukan komitmen dan kerjasama terkait dengan pelaksanaan fit out, maka akan sulit untuk menjaga kesinambungan dari keberhasilan implementasi awal sebuah bangunan hijau untuk gedung baru.
Penerapan konsep ramah lingkungan yang bisa diterapkan dalam aktivitas fit out adalah menggunakan sumber daya secara efisien, minimalisasi dampak lingkungan, serta mengutamakan kesehatan dan kenyamanan pengguna ruangnya. Terutama dalam aktivitas fit out yang berhubungan dengan lantai, dinding, plafon, mekanikal dan elektrikal. Untuk hal ini, pelaksanaan aktivitas fitting out tetap harus dipastikan agar sesuai dengan kaidah bangunan hijau.
Dalam memenuhi kriteria BEM 6 ini hal yang dapat dilakukan adalah menggunakan kayu bersertifikat untuk material fit out, melaksanakan pelatihan yang akan dilakukan oleh pengelola gedung, serta pelaksanaan manajemen indoor air quality (IAQ) setelah konstruksi fit out.
Occupant survey atau survei pengguna gedung yang merupakan kriteria BEM 7 ini diperlukan sebagai evaluasi pengelola gedung untuk menjaga atau meningkatkan fasilitas yang berhubungan dengan konsep bangunan hijau di dalam gedung. Salah satu pendekatan survei yang dapat dilakukan adalah pendekatan adaptif.
Pendekatan adaptif adalah pendekatan survei yang dilakukan terhadap responden penghuni bangunan yang sudah beradaptasi dengan kondisi iklim sekitar gedung. Contoh, dalam survei kenyamanan termal, prinsip utamanya adalah tidak menganggap penghuni banguna sebagai penerima pasif lingkungan termal, tetapi juga berperan penting dalam memilih kondisi lingkungan termal sesuai dengan keingininannya melalui tiga jenis adaptasi, yaitu pengaturan perilaku, fisiologis, dan psikologis.
Dalam melakukan survei, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan form yang berisi data-data yang berfungsi sebagai data dasar (background), minimal mencakup nama pengguna gedung, tanggal, dan waktu pengisian survei, suhu rata-rata udara luar, kondisi cuaca, jenis pakaian yang digunakan oleh pengguna sebagai responden survei, jenis pekerjaan dan aktivitas pengguna serta tingkat kesibukan, peralatan yang tersedia, tingkat kenyamanan termal secara umum, dan lokasi pengguna gedung. Data-data tersebut nantinya bisa dimanfaatkan sebagai acuan untuk merancang desain bangunan hijau baru atau digunakan untuk memperbaiki sistem operasional gedung.
Melalui kriteria BEM 7 ini, diharapkan kenyamanan pengguna bangunan baru dapat diukur melalui survei yang baku terhadap pengaruh desain dan sistem pengoperasian gedung.