5 Kriteria LEE (Peningkatan Ekologi Lahan) untuk Neighborhood
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota-kota besar di Indonesia cenderung menurun, baik secara kuantitas maupun kualitas. Degradasi RTH di perkotaan dapat membuat berkurangnya kualitas lingkungan. Kondisi RTH di Jakarta, sebagai contoh, saat ini hanya 9% dari perencanaan tata ruang RTH yang sebesar 30%. Kebutuhan akan pembangunan yang semakin tinggi sebaiknya diimbangi dengan pengadaan RTH.
Indonesia, dengan kondisi keanekaragaman hayati yang tinggi dan dengan keunggulannya masing-masing, perlu mengembangkan ekologi lansekap yang baik, yang meliputi penataan ruang berdasarkan struktur lahan, fungsi lingkungan, dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam struktur dan fungsi lingkungannya. Keunggulan dari kemampuan tanaman tersebut sangat diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi bangunan hijau dalam bentuk optimalisasi RTH pada lahan pembangunan bangunan hijau. Keberadaan tanaman menjadi bagian dari sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro yang lebih baik, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pengendali pencemaran (udara, air, tanah), serta pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati dan keanekaragaman hayati). Adanya tanaman dapat meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentuk faktor keindahan arsitektural, menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Keberadaan tanaman juga dapat menggambarkan ekspresi budaya local, menjadi media komunikasi pengguna gedung dan tempat rekreasi.
LEE pada Neighborhood dibagi menjadi 5 kredit penilaian dan 1 kredit prasyarat, yaitu:
- LEE P yaitu Basic Green Area atau Area Dasar Hijau
- LEE 1 yaitu Green Area for Public atau Area Hijau untuk Publik
- LEE 2 yaitu Habitat Conservation atau Pelestarian Habitat
- LEE 3 yaitu Land Revitalization atau Revitalisasi Lahan
- LEE 4 yaitu Micro Climate atau Iklim Mikro
- LEE 5 yaitu Productive Land atau Lahan Produktif
Pada tulisan ini, kami akan menjelaskan kepada Anda pentingnya setiap kriteria penilaian LEE dalam Neighborhood.
PENTINGNYA MEMENUHI LEE PRASYARAT
LEE Prasyarat adalah Basic Green Area atau Area Dasar Hijau. LEE prasyarat ini dilatarbelakangi oleh Kajian munculnya prasyarat dalam kategori LEE akibat perkembangan dan pertumbuhan kota yang disertai dengan alih fungsi lahan hijau yang pesat telah menimbulkan kerusakan lingkungan. Kerusakan ini dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat. Pembangunan perkotaan yang tidak terencana menyebabkan sulitnya mengendalikan konversi lahan hijau ke bangunan. Untuk itu perlu dilakukan upaya menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai.
Dengan adanya ruang terbuka hijau, penyeimbangan ekosistem kota dapat terjadi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Area hijau merupakan tempat di mana akan dan manusia (makhluk hidup) dapat hidup bersama, saling menguntungkan dan saling menjaga. Keberadaan ruang terbuka hijau menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro yang lebih baik, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pengendali pencemaran (udara, air, dan tanah), serta pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
Hanya saja, anggapan bahwa ruang terbuka hijau hanyalah lahan cadangan dan tidak ekonomis telah mendorong perubahan fungsi ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangunnya bangunan baru. Berbagai perangkat hukum telah dihasilkan guna mencegah alih fungsi ruang terbuka hijau sekaligus mendukung terwujudnya pembangunan kota yang berkelanjutan. Keterbatasan lahan membuat pemerintah menegaskan akan pentingnya peran ruang terbuka hijau ini sebagai infrastruktur hijau dalam tata ruang kota.
Untuk menjaga ketersediaan ruang terbuka hijau, salah satu yang dapat dilakukan adalah menyediakan lahan di sekitar bangunan berupa halaman / lahan / area dasar hijau. Area dasar hijau ini harus dijaga dan dikendalikan agar jangan sampai berubah fungsi menjadi lahan terbangun, baik bangunan yang terbangun di atas tanah maupun bangunan di bawah tanah. Keberadaan bangunan di bawah tanah (basement) dapat mengganggu tata aliran air bawah tanah dan juga membatasi perkembangan akar pohon. Pengendalian ketersediaan area dasar hijau ini dilakukan untuk menjaga agar ekosistem lingkungan berfungsi sebagaimana mestinya.
Dalam green building, kami membantu mengangkat isu ini dengan cara memberikan sertifikasi green building dari berbagai aspek, hanya saja, pada aspek khusus lahan hijau dimuat dalam LEE prasyarat. Oleh karena itu, kredit LEE P pada neighborhood dibuat agar dapat menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan serta meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan yang sehat. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 2 tolok ukur. Tolok ukur yang pertama adalah tersedianya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat digunakan untuk interaksi manusia dan alam. Kemudian tolok ukur yang kedua adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimiliki harus sesuai dengan yang diisyaratkan oleh Pemerintah Daerah.
LEE 1 Green Area for Public atau Area Hijau untuk Publik
LEE 1 dilatarbelakangi oleh keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota-kota besar di Indonesia cenderung menurun, baik secara kuantitas maupun kualitas. Degradasi RTH di perkotaan dapat membuat berkurangnya kualitas lingkungan. Kondisi RTH di Jakarta, sebagai contoh, saat ini hanya 9% dari perencanaan tata ruang RTH yang sebesar 30%. Kebutuhan akan pembangunan yang semakin tinggi sebaiknya diimbangi dengan pengadaan RTH.
Indonesia, dengan kondisi keanekaragaman hayati yang tinggi dan dengan keunggulannya masing-masing, perlu mengembangkan ekologi lansekap yang baik, yang meliputi penataan ruang berdasarkan struktur lahan, fungsi lingkungan, dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam struktur dan fungsi lingkungannya. Keunggulan dari kemampuan tanaman tersebut sangat diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi bangunan hijau dalam bentuk optimalisasi RTH pada lahan pembangunan bangunan hijau. Adanya tanaman dapat meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentuk faktor keindahan arsitektural, menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Keberadaan tanaman juga dapat menggambarkan ekspresi budaya lokal, menjadi media komunikasi pengguna gedung dan tempat rekreasi. LEE 1 membangun semangat untuk membuka RTH lebih banyak lagi.
Oleh karena itu, kredit LEE 1 pada neighborhood dibuat agar meningkatkan kualitas lingkungan, kesehatan masyarakat dan mendorong interaksi dengan menyediakan ruang terbuka hijau. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 2 tolok ukur yang cukup salah satunya saja yang harus dipenuhi. Tolok ukur yang pertama adalah menyediakan ruang terbuka hijau untuk publik minimal 25% dari luas lahan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 3 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri. Sedangkan tolok ukur yang kedua adalah menyediakan ruang terbuka hijau untuk publik minimal 35% dari luas lahan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 4 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
LEE 2 Habitat Conservation atau Pelestarian Habitat
Kajian munculnya kriteria LEE 2 akibat perkembangan dan pertumbuhan kota yang disertai dengan alih fungsi lahan hijau yang pesat telah menimbulkan kerusakan lingkungan. Kerusakan ini dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan makhluk hidup di sekitarnya. Pembangunan perkotaan yang tidak terencana menyebabkan sulitnya mengendalikan konversi lahan hijau ke bangunan. Untuk itu perlu dilakukan upaya menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan dan perlindungan fauna lokal.
Dengan adanya ruang terbuka hijau, penyeimbangan ekosistem kota dapat terjadi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Area hijau merupakan tempat dimana akan dan manusia (makhluk hidup) dapat hidup bersama, saling menguntungkan dan saling menjaga. Keberadaan ruang terbuka hijau menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro yang lebih baik, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pengendali pencemaran (udara, air, dan tanah). Serta pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
LEE 2 membangun semangat untuk membuka ruang terbuka hijau (RTH) lebih banyak lagi oftscape yang bebas dari hardscape. Tambahan selain dari RTH, menggunakan tanaman yang dibudidayakan lokal agar tetap mencerminkan karakteristik khas Indonesia.
Untuk menjaga ketersediaan ruang terbuka hijau, tindakan yang dilakukan adalah menyediakan lahan di sekitar bangunan berupa halaman / lahan / area dasar hijau. Area dasar hijau ini harus dijaga dan dikendalikan agar jangan sampai berubah fungsi menjadi lahan terbangun, baik bangunan yang terbangun di atas tanah maupun bangunan di bawah tanah. Keberadaan bangunan di bawah tanah (basement) dapat mengganggu tata aliran air bawah tanah dan juga membatasi perkembangan akar pohon. Pengendalian ketersediaan area dasar hijau ini dilakukan untuk menjaga agar ekosistem lingkungan berfungsi sebagaimana mestinya. Pihak gedung dapat berperan dalam mengembangkan ekologi lansekap yang baik, yang meliputi penataan ruang berdasarkan struktur lahan, fungsi lingkungan dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam struktur dan fungsi lingkungannya.
Indonesia, dengan kondisi keanekaragaman hayati yang tinggi dan dengan keunggulannya masing-masing, perlu mengembangkan ekologi lansekap yang baik, yang meliputi penataan ruang berdasarkan struktur lahan, fungsi lingkungan, dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam struktur dan fungsi lingkungannya. Keunggulan dari kemampuan tanaman tersebut sangat diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi bangunan hijau dalam bentuk optimalisasi RTH pada lahan pembangunan bangunan hijau. Keberadaan tanaman menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro yang lebih baik, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pengendali pencemaran (udara, air, dan tanah), serta pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati). Adanya tanaman dapat meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentuk faktor keindahan arsitektural, menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Keberadaan tanaman juga dapat menggambarkan ekspresi budaya lokal, menjadi media komunikasi pengguna gedung dan tempat rekreasi.
Oleh karena itu, kredit LEE 2 pada neighborhood dibuat agar meminimalkan dampak pembangunan dari keseimbangan dan keragaman hayati spesies alami. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 3 tolok ukur. Tolok ukur yang pertama adalah pertahankan minimal 20% pohon besar yang telah dewasa ada dalam kawasan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 2 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri. Tolok ukur yang kedua adalah peningkatan nilai ekologi pada lahan kawasan atas rekomendasi ahli lansekap atau ahli biologi yang kompeten. Tolok ukur ini mendapatkan poin 2 untuk seluruh jenis kawasan. Tolok ukur yang ketiga adalah penanaman minimal 10 anakan pohon muda, untuk setiap pohon di dalam kawasan yang tumbang dan ditumbangkan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 2 untuk seluruh jenis kawasan.
LEE 3 Land Revitalization atau Revitalisasi Lahan
LEE 3 dilatarbelakangi oleh pembangunan perkotaan yang tidak terencana. Banyak sekali bangunan yang dibuat tanpa memperhatikan fasilitas yang memadai. Salah satu akibat pembangunan perkotaan yang tidak terencana adalah meluasnya wilayah daerah belakang perkotaan (hinterland dan suburban) yang umumnya menyerang kawasan pertanian yang berfungsi sebagai sumber pasokan makanan dan daerah penyangga. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan berlangsung terus-menerus, karena bila dibiarkan lahan hijau akan semakin berkurang.
Pengoptimalan penggunaan lahan secara efisien di perkotaan perlu dilakukan, Undang-undang RI No, 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam pengunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia serta terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan penegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Dorongan untuk membangun pada area yang telah terencana dan berkembang, dimaksudkan agar pembangunan lebih terarah dan terpadu sesuai dengan arah pembangunan, sehingga mengarahkan pertumbuhan wilayah agar membentuk struktur wilayah yang lebih efisien. Daerah perkotaan dapat ditingkatkan kepadatannya dengan pembangunan yang lebih vertikal – kompak dan melakukan revitalisasi lingkungan.
Pemanfaatan kembali lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai ini dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pembangunan tanpa perlu merambah lahan hijau. Adanya brownfields di komunitas seringkali membawa isu adanya kontaminasi tanah, air maupun udara yang dapat terpapar ke masyarakat sekitar. Pemanfaatan lahan kembali dapat dilakukan dengan merevitalisasi lahan terlebih dahulu sehingga dampak negatifnya dapat dikurangi. Penelitian lingkungan menunjukkan pemanfaatan lahan tak terpakai lebih efisien dibandingkan scenario pembangunan pada lahaj hijau, mulai dari efisiensi aksesibilitas, pengurangan emisi udara termasuk gas rumah kaca, dan banyak lagi.
Oleh karena itu, kredit LEE 3 pada neighborhood dibuat agar menghindari pembangunan di area greenfield dan menghindari pembukaan lahan baru. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah melakukan revitalisasi dan pembangunan di atas lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif seperti pembangunan di dalam kawasan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 1 apabila persentase dari luas minimal lahan yang ter-revitalisasi adalah 50% atau poin 4 untuk 100% pada seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
LEE 4 Micro Climate atau Iklim Mikro
LEE 4 dilatarbelakangi oleh tingginya laju urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya lahan terbangun menjadi salah satu penyebab meluasnya pemanasan kawasan hutan (urban heat island), yaitu bertambah luasnya area yang bersuhu tinggi atau di atas 30oC. Heat island effect dapat dirasakan dari adanya perbedaan suhu pada daerah urban dan rural, terutama pada malam hari.
Perubahan dari lahan hijau menjadi lahan terbangun menimbulkan adanya perubahan properti termal (thermal properties) dari material permukaan dan kurangnya evapotranspirasi (karena kurangnya vegetasi). Material perkerasan yang biasa digunakan, menyerap dan menyimpan sejumlah besar panas dibandingkan dengan vegetasi. Material perkerasan seperti beton dan aspal, memiliki property massa termal (thermal bulk properties – termasuk heat capacity dan thermal conductivity), serta properti radiasi permukaan (surface radiative properties – albedo dan emissivity) yang berbeda dibandingkan dengan area rural. Hal ini menimbulkan perubahan pada keseimbangan energi dan seringkali menimbulkan temperatur yang lebih tinggi pada daerah urban daripada daerah rural. Meluasnya heat island akan menyebabkan pendinginan sehingga menyebabkan naiknya konsumsi energi.
Berbagai strategi telah dibuktikan melalui penelitian dapat diterapkan untuk mengurangi heat island effect, antara lain: penggunaan vegetasi, dan penggunaan material perkerasan dengan tingkat refleksivitas dan emisivitas yang tinggi (pada area atap dan non-atap). Penggunaan vegetasi dapat mereduksi heat island melalui keteduhan dan evatranspirasi yang dihasilkan. Penggunaan material perkerasan dengan albedo tinggi dapat mengurangi penyerapan dan penyimpanan panas pada material permukaan.
Oleh karena itu, kredit LEE 4 pada neighborhood dibuat agar meningkatkan kualitas iklim mikro di sekitar area kawasan dan mengurangi Urban Heat Island (UHI). Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah menunjukkan upaya peningkatan kualitas iklim mikro untuk ruang publik kawasan, dengan ketentuan persentasi dari total ruang publik 40%, 60%, atau 80% berturut-turut mendapatkan nilai 1, 2, atau 3 poin.
LEE 5 Productive Land atau Lahan Produktif
LEE 5 dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan adanya lahan untuk produksi sayur dan buah lokal, untuk dikembangkan dengan bercocok tanam. Bercocok tanam adalah menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga masyarakat. Setiap orang mengonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian maupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan.
Oleh karena itu, kredit LEE 5 pada neighborhood dibuat agar mendorong produksi pangan lokal dan mengurangi jejak karbon yang berasal dari emisi transportasi penyediaan pangan. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah menyediakan lahan untuk produksi sayur dan buah lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Dengan ketentuan luas terhadap RTH ≤ 10% atau >10%. Tolok ukur ini mendapatkan poin maksimal 2 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
Disclaimer
Bangunanhijau.com adalah layanan konsultasi dari seorang greenship professional. Seluruh materi yang diuraikan di dalam website berasal dari pemahaman training dan tidak membagikan materi yang dilindungi hak cipta. Untuk memahami lebih lengkapnya mengenai green building silakan training atau membeli panduan teknis ke GBCI, atau konsultasikan dengan bangunanhijau.com.
Costumer Service
081380067101 Fandi as CS 1
081380067102 Wawan as CS 2
081380067103 Ika as CS 3
Telp:
081383412616 (Chris Sine as Marketing)
081513515678 (Ridho Muhtadi as Consultant)
085817663188 (Joshua Mulia N. as Tech. Support)
Alamat: Surapati Core Blok K-10 Jl. P.H.H. Mustopa No. 136,Cibeunying Kidul, Bandung 40125
Email: info@bangunanhijau.com
christ.sine73@gmail.com
ridho.muhtadi@gmail.com