Sumber energi listrik di Indonesia berasal dari sumber daya fosil, antara lain batu bara, minyak bumi dan gas alam. Penggunaan sumber daya ini berpotensi menghasilkan kerusakan lingkungan yang cukup besar, yaitu terjadinya polusi air dan udara dan kerusakan tanah. Selain itu, bergantungnya Indonesia terhadap energi fosil sebagai sumber energi primer untuk menghasilkan listrik menjadi latar belakang pentingnya manajemen energi.
Kawasan menggunakan energi yang tergolong boros terutama untuk energi listrik. Pengendalian konsumsi energi merupakan langkah awal dalam penghematan energi. Untuk pemantauan konsumsi listrik agar lebih terkendali, submeter listrik sangat umum digunakan. Jenis unit yang paling sering digunakan pada submeter listrik adalah kilowatt hour. Unit ini sama dengan jumla energi yang dikonsumsi oleh beban satu kilowatt selama satu jam. Submeter listrik memgang peranan penting untuk gedung-gedung baru di Indonesia mengingat fungsinya yang penting alam pemantauan dan pengontrolan konsumsi energi agar menjadi lebih efisien dan hemat.
BAE pada neighborhood dibagi menjadi 6 kredit penilaian, yaitu:
- BAE 1 yaitu GREENSHIP Buildings atau Bangunan Hijau GREENSHIP
- BAE 2 yaitu Affordable Housing atau Hunian Berimbang
- BAE 3 yaitu Energy Efficiency atau Efisiensi Energi
- BAE 4 yaitu Alternative Energy atau Energi Alternatif
- BAE 5 yaitu Light Pollution Reduction atau Pengurangan Polusi Cahaya
- BAE 6 yaitu Noise Pollution Reduction atau Pengurangan Polusi Suara
Pada tulisan ini, kami akan menjelaskan kepada Anda pentingnya setiap kriteria penilaian BAE dalam Neighborhood
BAE 1 GREENSHIP Buildings atau Bangunan Hijau GREENSHIP
Greenship merupakan sistem penilaian yang digunakan sebagai alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, arsitek, teknisi mekanikal elektrik, desainer interior, teknisi bangunan, arsitek lansekap, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar yang terukur yang dapat dipahami oleh khalayak umum.
Diharapkan dengan adanya perangkat penilaian ini akan terjadi transformasi agar praktik-praktik ramah lingkungan dapat diterapkan di Indonesia. Kriteria penilaian greenship bukan merupakan penemuan baru melainkan kumpulan dan pengelompokkan dari praktik-praktik terbaik di bangunan yang kemudian diidentifikasi oleh GBC Indonesia. Perangkat penilaian ini diharapkan dapat mengurangi beban bumi terhadap kemampuan daya dukungnya uuntuk perwujudan lingkungan binaan.
Oleh karena itu, kredit BAE 1 pada neighborhood dibuat agar mendorong penerapan Green Building sebagai satu kesatuan elemen pembangunan hijau di dalam kawasan. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah adanya bangunan hijau GREENSHIP di dalam kawasan. Tolok ukur ini mendapatkan poin maksimal 6 tergantung dari persentase bangunan hijau dalam kawasan untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
BAE 2 Affordable Housing atau Hunian Berimbang
Perumahan merupakan kebutuhan dasar bahkan bagian dari hak asasi manusia. Hal ini tercantum secara jelas mulai dari UUD 1945 berikut UUD 1945 Aman-demen, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 40, dan terbaru Undang-Undang Nomor1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Per-mukiman Pasal 129. Sebagai konsekuensinya, Negara dalam hal ini pemerintah bertanggungjawab agar ke-butuhan akan perumahan masyarakat dapat terpenuhi. Walaupun dalam kenyataannya, masih sekitar 8,2 juta keluarga belum menempati rumah yang layak huni.
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang yang ditetapkan pada tanggal 30 Mei 2012 lalu, dimaksudkan untuk menyeimbangkan pembangunan perumahan ekslusif dan atau mewah dengan perumahan sederhana yang bisa dijangkau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
Asisten Deputi Bidang Perencanaan Kawasan Kemenpera, Siti Budihartati mengatakan, ada lima tujuan dilaksanakannya hunian berimbang. Sebagaimana dimuat dalam keterangan tertulis Kemenpera, di Jakarta, Kamis (1/11/2012), berikut ini:
- Menjamin tersedianya rumah mewah, menengah dan sederhana (satu hamparan atau tidak satu hamparan).
- Mewujudkan kerukunan antar golongan masyarakat (profesi, ekonomi dan status sosial).
- Mewujudkan subsidi silang baik prasarana, sarana dan utilitas (PSU), pembiayaan dan pengelolaan.
- Menciptakan keserasian tempat bermukim secara sosial dan ekonomis serta kelima, efisiensi pendayagunaan lahan.
Oleh karena itu, kredit BAE 2 pada neighborhood dibuat agar menyelenggarakan kawasan hunian yang mendukung kesetaraan sosial dalam masyarakat. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah pembangunan permukiman mengikuti ketentuan pola pembangunan berimbang, sesuai dengan peraturan yang berlaku tentang hunian berimbang. Tolok ukur ini mendapatkan poin 1 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
BAE 3 Energy Efficiency atau Efisiensi Energi
BAE 3 dilatarbelakangi oleh masih bergantungnya Indonesia sampai saat ini terhadap energi fosil sebagai sumber energi primer dalam menghasilkan energi listrik. Penggunaan energi fosil yang juga merupakan sumber energi tak terbarukan ini mengakibatkan dampak negatif yang lebih bersifat global. Selain polusi udara dan limbah padat yang dihasilkan, emisi gas rumah kaca CO2 yang menyebabkan pemanasan global juga merupakan hal yang harus segera diatasi. Dari seluruh fasa daur hidup kawasan, operasional dan pemeliharaan merupakan hal yang harus segera diatasi. Dari seluruh fasa daur hidup kawasan, operasional dan pemeliharaan merupakan fasa yang paling lama. Dalam fasa tersebut konsumsi energi akan terus berlangsung. Oleh karena itu, isu terkait energi harus sudah menjadi aspek yang penting untuk dipertimbangkan sejak awal tahap desain dan perencanaan kawasan dalam fasa pembangunan sehingga pada saat operasional konsumsi energi dapat dilakukan secara efisien.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebuah kawasan memerlukan perencanaan manajememen energi. Manajemen energi adalah kegiatan untuk mengelola penggunaan energi secara efisien, efektif, dan rasional, tanpa mengurangi kenyamanan kerja, estetika, kesehatan, keselamatan, dan produktivitas sebagai pengguna. Dalam manajemen energi, terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan antara lain: konservasi energi yaitu pendekatan terkait perilaku hemat energi; efisiensi energi yaitu pendekatan yang menitikberatkan pemakaian teknologi yang membutuhkan energi rendah, dan diversifikasi energi yaitu pendekatan yang memanfaatkan sumber energi alternatif (surya, angin, biofuel) sebagai pengganti sumber energi primer.
Dari tahap desain dan perencanaan, manajemen energi dapat diwujudkan melalui pendekatan yang holisitik, yaitu integrasi antara desain pasif dan desain aktif. Desain dalam arsitektur yang tentunya berkaitan dengan bangunan gedung adalah menghindari kondisi yang tidak diinginkan dari luar gedung sekaligus mengoptimalkan sumber daya alam di lingkungan di sekitar gedung. Desain pasif merupakan pendekatan desain yang menitikberatkan pada respon fisik gedung terhadap lingkungan sekitar, misalnya posisi matahari, arah angin, jenis vegetasi. Sedangkan desain aktif merupakan pendekatan desain yang menitikberatikan pada peralatan seperti sistem pendingin, sensor cahaya (lux) dan lampu.
Oleh karena itu, kredit BAE 3 pada neighborhood dibuat agar melakukan penghematan energi di dalam kawasan. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 3 tolok ukur. Tolok ukur yang pertama adalah menggunakan lampu dengan konsumsi pencahayaan maksimum 2,5 W/m2 tanpa mengurangi kualitas pencahayaan. Tolok ukur ini mendapatkan poin maksimal 2 tergantung persen dari total lampu kawasan. Tolok ukur yang kedua adalah menggunakan Smart Grid. Tolok ukur ini mendapatkan poin 2. Tolok ukur yang ketiga adalah menggunakan District Cooling System. Tolok ukur ini mendapatkan poin 2B untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
BAE 4 Alternative Energy atau Energi Alternatif
Kriteria BAE 4 ini merupakan kriteria yang berfokus untuk mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang bersumber dari dalam tapak pada Kawasan. Kriteria BAE 4 ini muncul karena ketergantungan pada sumber energi fosil saat ini yang masih sangat mendominasi pemenuhan kebutuhan primer manusia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang akan sangat bergantung kepada penggunaan energi dan listrik. Untuk memotivasi pengurangan ketergantungan tersebut, apresiasi perlu dilakukan terhadap penggunaan energi dari sumber terbarukan.
Baik arsitek, insinyur, pengembang dan pemilik dapat membantu membuat perbedaan yang signifikan dengan merancang bangunan hemat energi dengan menggunakan energi terbarukan, sebagai bagian dari integrated energi design (desain energi terpadu).
Menggunakan energi terbarukan dalam tapak merupakan bagian dari energi hijau (green power). Green power adalah sumber daya energi terbarukan dan teknologi yang memberikan manfaat lingkungan bersumber dari matahari, angin, panas, bumi, biogas, biomassa, dan hidro dengan dampak rendah.
Energi terbarukan dalam tapak dapat bersumber dari:
- Angin
Penggunaan turbin angin dapat dilakukan dengan maksimal di daerah dengan sumber daya angin yang memadai.
- Sinar matahari / tenaga surya, misalnya dengan menggunakan:
- Photovoltaics (PV)
- Solar hot water
- Proses Solar untuk pemanas dan pendingin (Solar Process Heating and Cooling)
- Panas bumi (Geothermal)
- Biomassa
- PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)
Oleh karena itu, kredit BAE 4 pada neighborhood dibuat agar mendorong penggunaan sumber energi alternatif untuk mengurangi beban listrik negara dan mengurangi dampak lingkungan terkait dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah menggunakan sumber energi alternatif di dalam kawasan. Tolok ukur ini mendapatkan poin maksimal 3 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
BAE 5 Light Pollution Reduction atau Pengurangan Polusi Cahaya
Kriteria BAE 5 dibuat untuk membuat kenyamanan visual pada saat berada dalam kawasan. Tingkat pencahayaan buatan yang tidak memadai dapat menyebabkan stres. Stres berpotensi menimbulkan penyakit dalam jangka pendek dan masalah kesehatan dalam jangka panjang baik fisik maupun mental. Apalagi jika suatu kegiatan/aktivitas kerja memerlukan detail dan ketelitian yang tinggi, dengan pencahayaan yang kurang memadai maka akan menyebabkan kelelahan mata sehingga menambah beban kerja dan mempercepat kelelahan. Hal ini dapat dicegah dengan intervensi penambahan tingkat pencahayaan lokal pada meja kerja untuk memberikan peningkatan produktivitas kerja.
Untuk mengoptimalkan tingkat pencahayaan buatan ada dua strategi yang dapat diterapkan:
Pertama adalah dengan memastikan penerangan ambien dan mengombinasikan dengan lampu meja yang tingkat pencahayaan/lux-nya sesuai dengan syarat tingkat pencahayaan yang mengacu pada standar yang berlaku. Namun, dari sisi pengembang bangunan (developer), penyediaan lampu meja dianggap sebagai bukti kurangnya upaya dalam memenuhi kenyamanan dari bangunan itu sendiri. Strategi kedua adalah hanya memastikan penerangan ambien saja yang optimal. Dengan konsep yang kedua, posisi meja kerja dapat diletakkan di mana saja dengan konsekuensi tingkat pencahayaan ruangan harus cukup di manapun kemungkinan meja kerja diletakkan. Untuk mendapatkan tingkat pencahayaan yang seragam sesuai standar perlu perencanaan jumlah titik lampu yang tepat. Pengurangan jumlah titik lampu dan penambahan partisi akan berimbas pada penurunan lux, bahkan lux ambien menjadi tidak seragam dan tidak lagi sesuai standar.
Oleh karena itu, kredit BAE 5 pada neighborhood dibuat agar menjaga kualitas lingkungan dari pencahayaan berlebihan. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah memenuhi strategi: Lamp Shielding, Light Trespass, Glare, dan Sky-Glow Limitation. Tolok ukur ini mendapatkan poin 2 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
BAE 6 Noise Pollution Reduction atau Pengurangan Polusi Suara
BAE 6 untuk neighborhood muncul untuk menjaga tingkat kebisingan di dalam kawasan pada tingkat yang optimal. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan. Respon pengguna gedung terhadap kebisingan akan berbeda-beda. Berdasarkan survei, keluhan yang utama akibat bising adalah kurang memadainya lingkungan untuk melakukan pembicaraan pribadi, meningkatkan kelelahan dan kesulitan berkonsentrasi serta mengganggu kemampuan dalam menyelesaikan tugas mereka. Inovasi berpotensi meningkatkan kualitas lingkungan, kesehatan, maupun menekan pencemaran, misalnya melalui pengurangan penggunaan/konsumsi energi. Kedua hal tersebut merupakan invensi yang mendukung praktik bangunan hijau.
Kota-kota besar di Indonesia umumnya memiliki masalah kebisingan di lingkungan sekitar bangunan gedung atau kawasan, antara lain berasal dari suara moda transportasi dan suara mesin pabrik di luar gedung. Sedangkan, sumber kebisingan dari dalam gedung dapat berasal dari peralatan bangunan, antara lain bunyi mesin sistem tata udara, pompa air, serta transportasi gedung seperti lift dan eskalator.
Untuk beberapa gedung, tata akustik belum mendapatkan perhatian yang setara seperti dengan desain suhu, ventilasi dan pertimbangan desain arsitektural lainnya yang akan mempengaruhi polusi suara pada lingkungan. Dengan demikian, merupakan tantangan bagi praktik desain kawasan yang berkelanjutan untuk mencapai tingkat akustik yang optimal demi kenyamanan dan produktivitas penggunanya.
Oleh karena itu, kredit BAE 6 pada neighborhood dibuat agar menjaga kualitas lingkungan dari polusi suara. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah melakukan usaha untuk mengurangi polusi suara hingga memenuhi baku mutu tingkat kebisingan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 2 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.