Bangunan hijau mempunai konsep ramah lingkungan secara menyeluruh terhadap seluruh aktivitasnya, termasuk aspek manajemennya. Hal ini sangat disayangkan karena sekecil apapun suatu ruang tetap merupakan bagian dari bangunan gedung. Begitu pula halnya dengan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain sangat diperlukan. Seluruh konsep hijau atau ramah lingkungan tetap harus diterapkan secara menyeluruh dan komprehensif.
Seluruh aktivitas dari pengguna ruang sangat menentukan berhasil atau tidaknya penerapan konsep bangunan hijau itu sendiri. Faktor ini sangat dipengaruhi oleh faktor keterlibatan manusia sebagai salah satu sumber daya yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan suatu bangunan hijau, contohnya pihak manajemen pengguna sebagai pihak yang memegang tanggung jawab dalam manajemen ruang tersebut. Segala sesuatunya sudah harus dipertimbangkan mulai dari tahap perencanaan / desain hingga tahap operasional, termasuk aktivitas konstruksi yang berkonsep ramah lingkungan sampai dengan pelatihan-pelatihan untuk karyawan sebagai pengguna ruang sebagai sarana edukasi mengenai lingkungan dan aktivitas dalam ruang tersebut. Selain itu, melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat mendorong perilaku ramah lingkungan juga edukasi mengenai penghematan sumber daya dan kesehatan pada pengguna gedung, perubahan perilaku menuju konsep hijau akan terpenuhi. Pelatihan-pelatihan tersebut sebaiknya juga dilakukan secara berkala mengingat cepatnya perkembangan informasi dan teknologi yang terkait dengan lingkungan dan memungkinkannya terjadi pergantian sumber daya manusia dalam ruang tersebut, termasuk jika terdapat penerapan aplikasi invensi teknologi dan manajemen yang mendukung tujuan bangunan hijau.
BEM pada bangunan eksisting dibagi menjadi 6 kredit penilaian, yaitu:
- BEM P Operation & Maintenance Policy atau kebijakan operasi dan maintenansi gedung
- BEM 1 Innovations atau inovasi
- BEM 2 Design Intent & Owner Project Requirement atau Kebutuhan Proyek Pemilik Gedung & Inten Desain
- BEM 3 Green Operational & Maintenance Team atau Tim Operasional dan Maintenansi Gedung Hijau
- BEM 4 Green Occupancy/Lease atau Penyewaan/Penggunaan Bertemakan Green
- BEM 5 Operation and Maintenance Training atau Pelatihan Operasi dan Maintenansi
Pada tulisan ini, kami akan menjelaskan kepada Anda pentingnya setiap kriteria penilaian BEM dalam green building
PENTINGNYA MEMENUHI BEM PRASYARAT
BEM pada existing building hanya memiliki 1 persyaratan. Persyaratannya adalah operation & maintenance policy atau kebijakan operasi dan maintenansi gedung.
BEM P muncul dilatarbelakangi oleh pentingnya kesadaran melakukan operasi dan maintenansi gedung sesuai pencapaian rating-rating greenship existing building. Ada beberapa aspek yang ditekankan pada operasi dan maintenansi gedung sebagai aspek paling minimal yaitu sistem mekanikal dan elektrikal gedung, sistem plambing, kualitas air gedung, pemeliharaan eksterior dan interior, kegiatan purchasing, serta pengelolaan sampah. Aspek ini merupakan titik kritis pengelolaan dan manajemen gedung yang biasanya menjadi aspek yang sering diabaikan. Contoh rencana operasi dan maintenansi yang berhubungan dengan sistem mekanikal dan elektrikal gedung adalah adanya SOP dan training secara berkala, juga adanya rencana program kerja dalam melakukan perbaikan peralatan. Contoh rencana operasi dan maintenansi yang berhubungan dengan sistem plambing adalah adanya SOP sistem plambing dan adanya rencana program kerja dalam melakukan perbaikan peralatan. Contoh rencana operasi dan maintenansi yang berhubungan dengan kualitas air gedung adalah adanya SOP khusus yang mewajibkan perlunya melakukan pengujian air dan tindakan pengontrolan kualitas air. Contoh rencana operasi dan maintenansi yang berhubungan dengan pemeliharaan eksterior dan interior adalah adanya SOP dan rencana perbaikan pemeliharaan gedung secara rutin. Contoh rencana operasi dan maintenansi yang berhubungan dengan kegiatan purchasing adalah rencana program pembelian material yang ramah lingkungan. Contoh rencana operasi dan maintenansi yang berhubungan dengan pengelolaan sampah adalah adanya SOP dalam pengelolaan limbah material yang ada di gedung. Seluruh contoh yang disebutkan hanyalah gambaran umum dimana rencana operasi dan maintenansi gedung tidak hanya terbatasi pada aspek tersebut. Seluruh kredit greenship existing building yang dibuat oleh GBCI telah berorientasi pada aspek-aspek di atas. Maka dari itu, jika semua rencana operasi dan maintenansi gedung juga berorientasi poin-poin greenship existing building, kemungkinan besar akan memenuhi aspek-aspek di atas.
Untuk itulah muncul BEM P sebagai syarat awal minimal, yaitu manajemen teratas berkomitmen akan membuat rencana operasi dan maintenansi gedung yang mendukung sasaran rating-rating Greenship exisitng building. Titik khusus yang ditekankan pada rencana operasi dan maintenansi gedung adalah
- Sistem mekanikal dan elektrikal gedung
- Sistem plambing
- Kualitas air gedung
- Pemeliharaan eksterior dan interior
- Kegiatan purchasing
- Pengelolaan sampah
Dalam melakukan rencana operasi dan maintenansi ini, seluruh bagian yang mencakup struktur organisasi, SOP dan training, program kerja, anggaran dan laporan berkala perlu dilampirkan. Untuk sertifikasi greenship existing building selanjutnya diperlukan dokumen penerapan kebijakan operasi dan maintenansi selama 3 tahun.
Kegiatan merekayasa, inovasi, maupun invensi di Indonesia masih termasuk hal baru yang jarang ditemukan, khususnya dalam bidang pengembangan teknologi yang terkait operasional gedung. GBC Indonesia memahami akan adanya potensi yang positif dalam upaya melakukan penghematan energi dan air, pemanfaatan sumber daya alam, dan kualitas udara, yang dapat terukur secara kuantitatif melebihi batas maksimum yang ditentukan menurut perangkat penilaian yang bersangkutan. Untuk itu, perlu adanya apresiasi atas usaha penghematan tersebut bagi ruang yang menerapkannya. Pendekatan manajemen dalam hal perubahan perilaku dinilai perlu dilakukan, karena berpotensi meningkatkan kualitas lingkungan, kesehatan, maupun menekan pencemaran, misalnya melalui pengurangan penggunaan / konsumsi energi. Kedua hal tersebut merupakan invensi yang mendukung praktik bangunan hijau.
Penemuannya tidak hanya terbatas pada penemuan teknologi saja, tapi juga dapat berupa penemuan dengan pendekatan manajemen dimana SDM merupakan poin utama yang menjadi perhatian khusus disini. Penemuan teknologi bisa menggunakan prinsip teknologi ramah lingkungan (eco-technology), misalnya saja penggunaan teknologi penyediaan air bersih, teknologi pemanfaatan limbah, teknologi penghematan listrik, dimana teknologi tersebut merupakan salah satu pilihan solusi yang berkelanjutan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi pencemaran dengan mengandalkan kepada energi yang dapat diperbaharui selain energi yang berasal dari fosil (non fosil). Pendekatan lain selain teknologi adalah melalui manajemen, diharapkan juga akan memberikan manfaat kepada lingkungan dengan cara merubah perilaku pengguna ruang, misalnya saja dengan adanya kebijakan manajemen sebagai terobosan baru untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan juga optimalisasi pemanfaatan SDM.
Untuk memenuhi poin dari kriteria BEM 1 ini, ada 2 tolok ukur yaitu inovasi kualitas fisik bangunan dan inovasi dengan pendekatan manajemen. Dengan catatan, kegiatan yang dilakukan pada IHC 3 berpotensi menjadi salah satu inovasi sehingga memenuhi 2 kredit sekaligus (IHC 3 dan BEM 1). Beberapa kredit lainnya seperti melakukan inovasi pada ASD 2, ASD 4, ASD 8, EEC 1, WAC 3, MRC 3, MRC 4, dan IHC 4 dapat meningkatkan poin perolehan BEM 1.
Latar belakang BEM 2 pada greenship bangunan eksisting adalah kurangnya kesadaran manajemen dalam menyusun seluruh perubahan yang ada pada desain dan spesifikasi peralatan. Jika untuk air dan listrik perlu dilakukan pencatatan dari meteran secara berkala, untuk aspek manajemen gedung diantaranya adalah adanya dokumentasi yang baik dalam melakukan perbaikan dan perubahan desain gedung dan seluruh peralatan operasinya.
Masa revitalisasi dan masa operasional adalah waktu yang paling baik untuk melakukan perubahan dan perbaikan desain. Pada masa revitalisasi, perbaikan dapat terus dilakukan tanpa mengganggu operasional overall gedung. Perbaikan peralatan mesin seperti genset, AC, dan cooling tower dilakukan ketika salah satu peralatan dapat dihentikan. Pada masa ini, perbaikan dapat dilakukan misalnya memeriksa bahan chemical yang ada pada cooling tower. Perawatan gedung pun juga perlu dilakukan berkala.
Manajemen adalah pihak yang paling bertanggung jawab dan memiliki keputusan tertinggi dalam melakukan perubahan desain. Maka dari itu, BEM 2 lahir untuk membudayakan manajemen gedung untuk terus melakukan pencatatan dan dokumentasi yang baik setiap terjadi perubahan. Adanya dokumentasi yang baik pada perubahan desain baik kondisi gedung maupun peralatannya akan menggerak pihak manajemen untuk melakukan perbaikan secara sehingga meminimalkan biaya yang terlalu besar untuk melakukan perombakan desain yang sebetulnya tidak terlalu diperlukan. Dengan demikian, filosofi desain dari pertama kali pembuatan hingga perubahannya akan terus terkaji dan terarah.
Untuk memenuhi poin dari kriteria BEM 2 ini, ada 2 tolok ukur. Tolok ukur pertama adalah adanya perubahan yang terdokumentasikan pada design intent gedung dan owner’s project requirement. Seluruh dokumen dari dokumen design intent dan perubahannya dikumpulkan. Tolok ukur kedua adalah untuk As Built drawing, spek teknis, dan manual maintenansi peralatan dan dokumen perubahan-perubahannya. Peralatan yang difokuskan adalah peralatan inti gedung yaitu genset, AC, cooling tower, dan sistem transportasi dalam gedung.
Latar belakang BEM 3 pada greenship bangunan eksisting adalah sama seperti BEM 5. Jika BEM 5 fokus pada kegiatannya, BEM 3 berfokus pada pengorganisasiannya.
Struktur organisasi merupakan masalah klasik yang membuat suatu peran tertentu tidak dijalankan. Jika tidak diwadahi oleh satu struktur organisasi khusus, pekerjaan tidak dijalankan akibat tidak jelasnya dan tiadanya SOP untuk karyawan yang menjalankan secara khusus untuk pekerjaan tersebut. Tentu dalam hal ini termasuk di antaranya adalah pekerjaan membudayakan bekerja sesuai prinsip green building. Tiada struktur organisasi yang terintegrasi dapat membuat aktivitas green menjadi tidak rutin dan berkala.
Yang paling diutamakan dalam greenship existing building adalah bagian operasional dan pemeliharaan gedung. Maka, struktur organisasi yang ada pada bagian ini perlu terintegrasi dengan sistem pengorganisasian yang memenuhi prinsip green building. Dengan demikian, program pelatihan yang berkaitan dengan pengoperasional dan pemeliharaan gedung sesuai prinsip green building dapat dijalankan ketika hal ini terwadahi dalam struktur organisasi. Hadirnya seorang greenship profesional yang ada dalam struktur organisasi tersebut diharapkan dapat menjaga dan menularkan aktivitas green dengan lebih baik lagi.
Untuk memenuhi poin dari kriteria BEM 3 ini, ada 2 tolok ukur. Tolok ukur pertama adalah adanya satu struktur yang terintegrasi dalam struktur operasional dan pemeliharaan gedung yang bertugas menjaga penerapan green building. Tolok ukur kedua adalahnya terlibatnya minimal satu orang greenship profesional dan mantenance bekerja penuh waktu.
Latar belakang BEM 5 pada greenship bangunan eksisting adalah perlunya pelatihan dalam pengoperasian gedung. Pelatihan pengoperasian dan pemeliharaan berlaku untuk setiap kategori. Untuk bagian ASD diwakili dengan pemeliharaan tapak, EEC diwakili pemeliharaan bagian energi, WAC diwakili dengna pemeliharaan air, MRC diwakili dengan pemeliharaan material gedung, serta IHC diwakili dengan pemeliharaan bagian HSES.
Program pelatihan yang berkaitan dengan pengoperasional dan pemeliharaan gedung termasuk salah satu upaya untuk membekali seluruh personil gedung tentang pengetahuan dan pemahaman tata kelola gedung berwawasan lingkungan. Training atau pelatihan termasuk bagian dari satu sistem manajemen organisasi, dimana sistem manajemen lingkungan merupakan bagian dari sistem manajemen organisasi yang biasa digunakan sebagai alat untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan lingkungan, serta untuk mengelola aspek lingkungannya. Pelatihan itu sendiri diadakan dengan tujuan untuk memperbaiki prestasi pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Pelatihan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling umum dan para pimpinan biasanya mendukung diadakannya pelatihan karena melalui pelatihan, para karyawan lebih produktif dalam mengelola gedung. Dengan diterapkannya pelatihan yang mencakup seluruh isu lingkungan yang berhubungan dengan operasional gedung mulai dari penghematan sumber daya sampai dengan upaya kesehatan.
Untuk memenuhi poin dari kriteria BEM 1 ini, ada 2 tolok ukur. Yang pertama adalah adanya jadwal berkala minimum tiap 6 bulan dan program pelatihan dalam pengoperasian dan pemeliharaan untuk tapak, energi, air, mineral dan HSES. Tolok ukur kedua adalah adanya bukti pelaksanaan pelatihan tentang pengoperasian dan pemeliharaan berikut evaluasi pelatihan tersebut.