Air merupakan sumber daya alam yang tersedia dalam jumlah yang melimpah dan memiliki aspek keberlanjutan melalui siklus air. Penggunaan air bersih yang berlebihan dan pencemaran merupakan bagian dari penyebab degradasi kualitas dan kuantitas air. Penggunaan air bersih untuk keperluan seperti aktivitas sehari-hari, industri menyebabkan buruknya kualitas air. Kualitas air dapat diperbarui secara alami melalui siklus hidrologi akan tetapi penggunaan air bersih oleh manusia untuk aktivitasnya merusak kualitas air lebih cepat daripada kemampuan alam untuk memulihkan kualitas air. Buruknya kualitas air dan pemakaian air bersih yang berlebihan, akan menyebabkan terjadinya krisis air bersih.
Di Indonesia dengan populasi sebesar lebih dari 200 juta penduduk, krisis air bersih untuk daerah perkotaan terlihat dari ketersediaan air bersih yang hanya mencakup 61,54 persen dari total penduduk di ibukota yang menccapai 9,6 juta jiwa pada tahun 201.
Penggunaan air bersih pada gedung secara umum adalah untuk mengakomodasi aktivitas konsumsi meliputi konsumsi untuk minum, memasak, aktivitas kebersihan, sampai dengan aktivitas pemeliharaan seperti penyiraman tanaman dalam ruang atau pun irigasi untuk lansekap. Sumber air bersih yang sering digunakan berasal dari PDAM yang mengambil dari sumber mata air terdekat, sumur tanah dalam dan dari sungai. Kebergantungan terhadap sumber air bersih ini seringkali tidak diiringi dengan perilaku yang mendukung penghematan air.
Kategori konservasi air ini ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penghmeatan air serta langkah penghematan air untuk penggunaan air gedung. Upaya penghematan air menjadi salah satu focus utama dalam agenda pihak manajemen kawasan. Hal yang harus diupayakan antara lain dengan adanya desain dan perencanaan sistem air berupa pengadaan meteran dan pemasangan fitur air efisiensi tinggi sebagai upaya penghematan air. Pengadaan unit daur ulang air, pemanfaatan air hujan dan penggunaan air alternatif sebagai upaya mengurangi penggunaan air bersih dari tanah maupun PDAM. Selain itu dengan memilih sistem irigasi lansekap yang efisien mampu mengurangi penggunaan air bersih untuk tanaman pada area gedung.
WMC pada Neighborhood dibagi menjadi 4 kredit penilaian dan 1 kredit prasyarat, yaitu:
- WMC P yaitu Water Schematic atau Skematik Air Di Kawasan
- WMC 1 yaitu Alternative Water atau Air Alternatif
- WMC 2 yaitu Stormwater Management atau Manajemen Limpasan Air Hujan
- WMC 3 yaitu Water Body and Wetland Preservation atau Pelestarian Badan Air dan Lahan Basah
- WMC 4 yaitu Wastewater Management atau Manajemen Limbah Cair
Pada tulisan ini, kami akan menjelaskan kepada Anda pentingnya setiap kriteria penilaian WMC dalam Neighborhood
PENTINGNYA MEMENUHI WMC PRASYARAT
WMC Prasyarat adalah Water Schematic atau Skematik Air Di Kawasan. Krisis air bersih sangat berpotensi menjadi ancaman global termasuk di Indonesia, karena sejumlah daerah khususnya di kota-kota besar bahkan sudah di ambang kekurangan pasokan air bersih. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum bahwa sejak tahun 2000 di Indonesia, sumber air bersih dibeberapa pulau, antara lain pulau Jawa, Bali, dan NTT telah mengalami defisit air bersih terutama pada musim kemarau. Menurut Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) DKI Jakarta pada tahun 2010, defisit air baku di DKI Jakarta telah mencapai angka 11.982 liter per detik dan diprediksikan menjadi tiga kali lipatnya pada akhir tahun 2025, yaitu mencapai angka 35/786 liter per-detik. Krisis air bersih ini salah satunya dipengaruhi oleh tingginya tingkat pemakaian air dan berkurangnya pasokan air tanah.
Tingkat pemakaian air dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kegiatan harian, gaya hidup, tingkat ekonomi. Tingginya tingkat pemakaian air disebabkan besarnya penggunaan air dan adanya penggunaan air secara tidak terkontrol dan berlebihan. Krisis air bersih akan meningkat seiring pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan perekonomian.
Ketersediaan air bersih merupakan permasalahan serius dikarenakan menurunnya jumlah persediaan air bersih akibat kerusakan lingkungan dan polusi. Dikhawatirkan akan terjadi penurunan sumber daya air sebesar 13-15% per orang per tahun. Kondisi persediaan air bersih di kawasan Jabodetabek pada tahun 2010 mengalami defisit di tiap musim kemarau yang tidak dapat ditutup dengan penggunaan air tanah saja. Beberapa upaya seperti pembangunan dan pengembangan prasarana penampungan air baku seperti kanal, waduk dan bendungan sudah dilakukan untuk mengurangi defisit ini. Situasi ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya air bersih terutama untuk kehidupan sehari-hari dan perlunya penghematan penggunaan air bersih.
Oleh karena itu, meteran air perlu untuk adanya data penggunaan air yang berfungsi sebagai kontrol terhadap kebocoran, perhitungan biaya dan laju penggunaan air, identifikasi mengenai waktu dan musim terjadi periode puncak penggunaan air. Dengan pemasangan meteran air, diharapkan dapat mempermudah manajemen gedung dalam melakukan penerapan kebijakan konservasi air. Adanya kebocoran air dapat diketahui dengan adanya laporan secara berkala dari konsumsi air pada gedung dari meteran air. Hal ini membantu manajemen gedung untuk mengambil tindakan yang tepat dan cepat dalam menanggapi adanya kebocoran air, sehingga dapat menghemat penggunaan air dan menjaga sumber daya air yang ada. Manajemen gedung akan memperhatikan penggunaan air areanya, mengidentifikasi penggunaan air yang berlebihan di gedung dan mempertimbangkan mengenai peluang untuk menghemat air.
Selain dengan meteran air, upaya penghematan air bersih juga dapat dimulai oleh perencana gedung dengan mengetahui jumlah air bersih yang akan dikonsumsi gedung. Dengan mengetahui jumlah air yang dikonsumsi, bisa diketahui apakah perencanaan konsumsi air sudah direncanakan untuk hemat air. Penggunaan air yang berlebihan dapat diketahui apakah bersumber dari penggunaan toilet, lansekap, atau AC untuk cooling tower. Sehingga bisa direncanakan strategi perencanaan untuk penghematan air. Hal ini juga menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya penghematan air. Perhitungan penggunaan air dapat menggunakan worksheet perhitungan air dari GBC Indonesia.
Oleh karena itu, kredit WMC Prasyarat pada neighborhood dibuat agar mengetahui konsumsi air di dalam kawasan. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur, yaitu membuat diagram skematis air kawasan (air bersih dari PDAM, tanah, air alternatif seperti air danau, air hujan dan air daur ulang).
WMC 1 Alternative Water atau Air Alternatif
WMC 1 dilatarbelakangi oleh kesadaran akan kebutuhan manusia akan air bersih di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan ekonomi. Pada area perkotaan, penyediaan air merupakan aspek yang harus terus berkembang dan ditingkatkan dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi berupa pertumbuhan populasi, makin luasnya area dan jenis pelayanan, perubahan karakter populasi yang makin modern dan tuntutan kualitas pelayanan. Saat ini pemakaian air bersih gedung yang dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari masih bergantung pada dua sumber utama, yaitu air tanah dan air permukaan. Pemanfaatan air tanah diambil secara mandiri di area gedung. Selain itu, pemanfaatan air permukaan oleh gedung saat ini masih banyak tergantung pada sumber air berlangganan dari perusahaan pengolahan air. Oleh karena itu, kredit WMC 2 pada neighborhood dibuat agar mendukung penggunaan air alternatif (selain air tanah dan air dari PDAM) secara mandiri.
Dengan adanya ancaman menipisnya sumber air bersih, perlu dilakukan upaya alternatif. Pemakaian air yang efisien merupakan prioritas dalam menghemat air, akan tetapi mencari sumber air alternatif yang mampu memenuhi kebutuhan air bersih merupakan langkah penting membantu konservasi air. Beberapa alternatif yang dipertimbangkan antara lain air laut, air hujan, limpasan air permukaan, dab daur ulang air limbah.
Upaya pelaksanaan penghematan air semakin berkembang dan berbagai potensi dapat dipilih seperti alat keluaran air yang efisien, daur ulang air, dan lainnya. Saat ini masih belum banyak gedung yang menerapkan adanya instalasi pengolahan air kotor menjadi air daur ulang yang dapat digunakan lagi menjadi pasokan air untuk keperluan flushing, irigasi, bukan untuk air minum. Hal ini masih sulit dilaksanakan sebagai sebuah konsep menarik untuk rencana di masa depan karena masih mudahnya gedung memperoleh air bersih dari sumber lain, salah satunya dari air tanah.
WMC 2 Stormwater Management atau Manajemen Limpasan Air Hujan
WMC 2 dilatarbelakangi oleh kesadaran akan pentingnya stormwater management. Stormwater management di bangunan menjadi penting karena Indonesia sebagai negara tropis memiliki kondisi rata-rata curah hujan yang berbeda-beda di setiap daerah dengan rata-rata per bulan 360 mililiter. Tingginya curah hujan dan kualitasnya yang relatif baik ini dapat dijadikan sumber air alternatif. Sayangnya, kurangnya pengelolaan yang baik membuat sering kali air hujan hanya dibiarkan melimpas begitu saja.
Maraknya pembangunan dengan maksimalisasi penutupan tanah dengan material perkerasan tanpa memberikan kesempatan agar air dapat meresap ke tanah dapat menyebabkan air hanya melimpas dan menjadi air permukaan. Dampak dari tidak terkelolanya limpasan air hujan ini dengan baik bisa dilihat dari timbulnya genangan bahkan banjir dibeberapa daerah.
Adanya sistem pengelolaan limpasan air hujan secara terpadu menjadi isu penting. Sistem pengelolaan limpasan air hujan sebaiknya di desain untuk menangkap, mengumpulkan, mengolah, meresapkan air limpasan hujan ke dalam tanah. Dengan memaksimalkan air hujan yang terserap ke dalam tanah dapat merestorasi kualitas dan kuantitas air tanah. Penanganan air limpasan hujan ini juga dapat dikelola menjadi sumber air alternatif untuk keperluan sehari-hari.
Oleh karena itu, kredit WMC 2 pada neighborhood dibuat agar mengurangi beban drainase lingkungan dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 3 tolok ukur. Tolok ukur yang pertama adalah melakukan perhitungan analisa limpasan hujan kawasan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 1 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri. Tolok ukur yang kedua adalah mengurangi volume limpasan air hujan kawasan ke drainase kota dengan ketentuan persentase volume limpasan air hujan sebesar 25%, 50%, atau 75% dengan poin maksimal 4. Tolok ukur yang ketiga adalah memenuhi Tolok Ukur 2 (Dua), minimal 2 (Dua) nilai dan membantu mengurangi aliran limpasan hujan dari luar kawasan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 2 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
WMC 3 Water Body and Wetland Preservation atau Pelestarian Badan Air dan Lahan Basah
WMC 3 didasarkan pada kesadaran akan pentingnya melestarikan lahan basah. Lahan basah menyimpan jumlah karbon yang melimpah. Lahan basah melindungi garis-garis pantai dan satwa liar. Lahan basah merupakan sumber makanan dan air untuk manusia. Saat ini lahan basah semakin sedikit.
Indonesia, sebagai rumah untuk sebagian besar hutan mangrove, telah kehilangan lebih dari 26 persen mangrove sejak 1980. Sementara itu, lebih dari 100.000 hektar hutan gambut dirusak setiap tahunnya untuk perkebunan kelapa sawit dan pertanian. Sebuah studi menemukan, 3.300 ton karbon per hektar yang tersimpan di daerah-daerah gambut pantai, sampai setengahnya akan dilepaskan ke atmosfer dalam rentang 100 tahun setelah konversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Jumlah ini setara dengan akumulasi karbon selama 2.800 tahun.
Oleh karena itu, kredit WMC 3 pada neighborhood dibuat agar menjaga sistem hidrologi alami dan melindungi ekosistem pada badan air dan lahan basah dari dampak pembangunan kawasan. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 2 tolok ukur. Tolok ukur yang pertama adalah menjaga zona penyangga badan air atau lahan basah, pada jarak yang sesuai dengan peraturan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 1 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri. Tolok ukur yang kedua adalah memenuhi Tolok Ukur 1 (Satu) dan melakukan upaya konservasi di dalam zona penyangga badan air atau lahan basah. Tolok ukur ini mendapatkan poin 1 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.
WMC 4 Wastewater Management atau Manajemen Limbah Cair
WMC 4 membahas tentang perancangan daur ulang air pada sistem air yang terdapat pada suatu kawasan. Pada sistem air di suatu kawasan, salah satu permasalahan timbul dengan banyaknya air kotor (greywater) yang dihasilkan dari aktivitas manusia sementara air bersih selalu digunakan secara berlebihan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan menggunakan air lebih dari yang kita butuhkan, kita mengeluarkan uang lebih banyak dan merusak kualitas lingkungan.
Upaya pelaksanaan penghematan air semakin berkembang dan berbagai potensi dapat dipilih seperti alat keluaran air yang efisien, daur ulang air, dan lainnya. Saat ini masih belum banyak gedung yang menerapkan adanya instalasi pengolahan air kotor menjadi air daur ulang yang dapat digunakan lagi menjadi pasokan air untuk keperluan flushing, irigasi, bukan untuk air minum. Hal ini masih sulit dilaksanakan sebagai sebuah konsep menarik untuk rencana di depan karena masih mudahnya gedung memperoleh air bersih dari sumber lain, salah satunya dari air tanah.
Berkaitan dengan konservasi air tanah, kota Jakarta sejak tahun 2008 sudah mewajibkan setiap hotel dan apartemen yang baru dibangun untuk memiliki instalasi daur ulang air yang dihasilkan. Kewajiban ini menjadi syarat izin proyek untuk memperoleh AMDAL.
Penggunaan air daur ulang di dalam bangunan memiliki potensi dalam membantu konservasi air dalam menjaga kestabilan kualitas dan jumlah dari suplai air bersih terutama dari sumber air tanah. Juga mengurangi kebutuhan akan infrastruktur tambahan yang dibutuhkan untuk distribusi dan pengumpulan air. Pendekatan konservasi dengan cara ini masih kurang popular sehingga sering terlewatkan sebagai potensi penghematan air.
WMC 4 hadir karena kesadaran akan kebutuhan manusia akan air bersih di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan ekonomi. Pada area perkotaan, penyediaan air merupakan aspek yang harus terus berkembang dan ditingkatkan dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi berupa pertumbuhan populasi, makin luasnya area dan jenis pelayanan, perubahan karakter populasi yang makin modern dan tuntutan kualitas pelayanan. Saat ini pemakaian air bersih gedung yang dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari masih bergantung pada dua sumber utama, yaitu air tanah dan air permukaan. Pemanfaatan air tanah diambil secara mandiri di area gedung. Selain itu, pemanfaatan air permukaan oleh gedung saat ini masih banyak tergantung pada sumber air berlangganan dari perusahaan pengolahan air.
Dengan adanya ancaman menipisnya sumber air bersih dan penurunan air tanah, perlu dilakukan upaya alternatif. Pemakaian air yang efisien merupakan prioritas dalam menghemat air, akan tetapi mencari sumber air alternatif yang mampu memenuhi kebutuhan air bersih merupakan langkah penting membantu konservasi air. Beberapa alternatif yang dipertimbangkan antara lain air laut, air hujan, limpasan air permukaan, dab daur ulang air limbah.
Penggunaan air alternatif merupakan sumber air berkelanjutan yang dapat mengurangi ketergantungan dari sumber air jaringan dan air tanah. Sehingga distribusi air jaringan dapat disalurkan memenuhi kebutuhan masyarakat lain, dan kapasitas air tanah dapat dikonservasikan.
Oleh karena itu, kredit WMC 4 pada neighborhood dibuat agar mendorong adanya pengelolaan air limbah kawasan untuk menghindari terjadinya pencemaran pada badan air. Agar kredit ini dapat terpenuhi, ada 1 tolok ukur. Tolok ukur tersebut adalah tersedianya unut pengolahan untuk seluruh limbah cair yang dihasilkan di dalam kawasan. Tolok ukur ini mendapatkan poin 3 untuk seluruh jenis kawasan yaitu mixed use, komersial, pemukiman, dan industri.