Upaya penghematan air bersih menjadi salah satu fokus utama dalam agenda pihak pengelola gedung. Hal ini karena Indonesia dengan lebih dari 200 juta penduduk hanya memiliki sekitar 4,85% ketersediaan air bersih. Maka dari itu, kriteria ini hadir untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan penghematan air penggunaan air bersih yang berkaitan dengan penggunaan operasional ruang.
Secara umum, air bersih yang dikonsumsi oleh pengguna gedung digunakan untuk minum, memasak, aktivitas kebersihan, sampai dengan aktivitas pemeliharaan seperti penyiraman tanaman dalam ruang atau pun irigasi untuk lansekap. Sumber air bersih di area gedung biasanya berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil air dari sumber mata air terdekat, sumur tanah dalam dan dari sungai. Ketergantungan terhadap sumber air bersih ini seringkali tidak disertai dengan perilaku yang mendukung penghematan air.
Langkah pertama yang bisa dilakukan dalam penghematan air adalah dengan melakukan kampanye hemat air. Kemudian bisa dilanjutkan dengan pemantauan dan pengendalian pemakaian air pada ruang pengguna. Memperhatikan kondisi unit alat plambing juga bisa dilakukan sebagai salah satu langkah penghematan air.
Kriteria WAC ini bertujuan untuk meningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya konservasi air pada area ruangan tertentu. WAC pada interior space dibagi menjadi 1 kriteria prasyarat dan 4 kriteria penilaian, yaitu:
- WAC P Water Conservation Campaign atau Kampanya Konservasi Air
- WAC 1 Water Fixture atau Alat Pengatur Keluaran Air
- WAC 2 Water Use Monitoring atau Pemantauan Penggunaan Air
- WAC 3 Potable Water atau Air Minum
Setiap kriteria WAC sangat penting dalam green building dan kami akan membantu menjelaskannya kepada Anda.
PENTINGNYA MEMENUHI WAC PRASYARAT
Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum, disebutkan bahwa sejak tahun 2000 di Indonesia, sumber air bersih di beberapa pulau, antara lain pulau Jawa, Bali, dan NTT telah mengalami defisit air bersih terutama pada musim kemarau. Oleh sebab itu diperlukan adanya beberapa strategi untuk memenuhi kebutuhan air secara efektif dan efisien.
Salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan kampanye konservasi air yang menjadi prasyarat dalam kriteria WAC untuk interior space ini. Prasyarat ini muncul untuk menumbuhkan kesadaran manusia akan pentingnya melakukan upaya penghematan air karena selama ini perilaku manusia adalah salah satu faktor terhambatnya upaya penghematan air.
Manusia cenderung tidak memperhatikan pemakaian air dan seringkali tidak sadar akan adanya peluang untuk menghemat air. Kesadaran mengenai pentingnya penghematan air, melakukan upaya untuk mengubah pola pikir dan perilaku, serta pemberian motivasi untuk mengubah perilaku dapat dilakukan mulai dari adanya kebijakan sampai pemberian informasi melalui media kampanye karena kampanye ini akan memberikan efek kesadaran yang lebih cepat.
Pandangan masyarakat yang menganggap bahwa air merupakan sumber daya yang tidak terbatas dan dapat diperoleh dengan mudah menjadi penyebab munculnya kebiasaan menggunakan air secara berlebihan. Kebiasaan itu harus diubah dengan penggunaan air secara efisien. Salah satunya dengan menggunakan water fixture atau alat pengatur keluaran air.
Kebijakan pihak pengelola gedung untuk memakai water fixtures dengan teknologi efisiensi air merupakan hal yang perlu didorong karena penghematan air yang dapat dilakukan adalah sekitar 30 % dari total kebutuhan air domestik. Contoh penggunaan water fixture terdapat pada penggunaan shower, flush toilet dan keran otomatis.
Untuk kriteria WAC 1 ini, tidak semua pihak manajemen memiliki kuasa atas pengadaan alat plambing tersebut. Bila pihak manajemen pengguna sudah mencoba untuk memiliki kuasa dengan meminta kepada manajemen gedung atas pengadaan alat plambing tetapi tetap tidak bisa mendapatkan kuasa, maka kriteria ini menjadi tidak berlaku. Hal ini berhubungan dengan pemilihan gedung yang bersertifikasi GREENSHIP. Biasanya, kuasa akan dikeluarkan jika pemilik gedung menganggap green building sebagai suatu hal yang penting.
Bagian WAC 2 ini membahas konservasi air yang berhubungan erat dengan dilakukannya pemantauan penggunaan air sebagai langkah awal secara jangka panjang. Dengan melakukan pemantauan penggunaan air, kita bisa mencegah terjadinya kebocoran dan konsumi air berlebihan yang selama ini menjadi permasalahan air di Indonesia.
Kebocoran pada sebuah keran yang tak tertutup sempurna yang biasanya dianggap sepele ternyata dapat menyebabkan pemborosan sebanyak 50-100 liter per hari, sehingga kemungkinan pemborosan air karena kebocoran dalam sebuah gedung dapat mencapai sekitar 12% dari total konsumsi air gedung harian. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor usia dan pemeliharaan yang kurang baik dari sistem plambing di dalam gedung. Untuk itu, diperlukan suatu sistem pemeliharaan dan pemeriksaan secara berkala dan konsisten.
Pemantauan jumlah penggunaan air dapat dilakukan dengan memasang submeter air. Pemasangan submeter air harus dilakukan di tempat yang mudah diakses oleh manusia dan berada pada jalur pipa yang telah ada. Dengan terpasangnya sub-meter diharapkan dapat mempermudah manajemen dalam melakukan penerapan kebijakan konservasi air.
Selain dengan pemasangan submeter air, perlu dibentuk sebuah sistem pemeriksaan dan pemeliharaan secara berkala yang bisa dilakukan oleh pihak manajemen untuk memantau pemakaian air. Dengan begitu, kebocoran air bisa diketahui sejak dini dengan adanya laporan secara berkala dari konsumsi air pada area yang digunakan dan manajemen bisa mengambil tindakan yang tepat dan cepat dalam menanggapi adanya kebocoran air, sehingga dapat menghemat penggunaan air dan menjaga sumber daya air yang ada.
Air minum adalah kebutuhan dasar manusia untuk melakukan aktivitasnya. Setidaknya dibutuhkan sekitar 8 gelas atau 2 liter air minum per harinya. Saat ini, mayoritas air minum yang difasilitasi oleh manajemen gedung berasal dari perusahaan air minum kemasan swasta karena lebih praktis dalam segi penyediaan. Namun, dibalik kemudahan yang diberikan dari air minum kemasan, terdapat dampak tidak langsung terhadap lingkungan, yaitu dihasilkannya jejak karbon. Jejak karbon dihasilkan dari moda transportasi untuk pengambilan air dari sumbernya, proses pengolahan air menjadi air minum dan yang paling utama pengemasannya yang akan menghasilkan limbah.
Pihak manajemen perlu mengupayakan penyediaan kebutuhan air minum secara mandiri untuk mengurangi ketergantungan air minum kemasan. Sistem penyediaan air di dalam gedung biasanya hanya bersumber dari PDAM yang kualitas airnya belum memenuhi standar potable water atau air yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Untuk itu, manajemen harus memilih teknologi pengolahan air minum secara tepat dan ramah lingkungan. Dari sinilah kriteria WAC 3 muncul untuk melakukan konservasi air sekaligus mengurangi jejak karbon karena adanya aktivitas ketergantungan pada air minum kemasan.