Kategori IHC pada interior space bertujuan untuk mencegah masalah kulaitas udara dalam ruang pada proyek ruang interior sehingga pengguna ruang dapat beraktivitas dengan sehat, nyaman dan lebih produktif. Selain itu, perusahaan juga mendapat keuntungan karena menghemat biaya jaminan kesehatan karyawan dan memberi nilai tambah bagi pengguna ruang. Perlu adanya kerjasama antara manajemen pengguna, desainer interior, kontraktor, teknisi mekanikal elektrikal, lansekaper, vendor, dan pengguna ruang.
Proses ini dilakukan dari mulai tahap pemilihan lokasi dan negosiasi, tahap desain dan perencanaan, tahap konstruksi fit out, sampai tahap operasi dan pemeliharaan. Untuk menyediakan kualitas udara ruang yang optimal dapat menggunakan beragam cara, antara lain: mengeliminasi kadar senyawa yang mudah menguap (volatile organic compound/VOC) dengan pengendalian sumber polutan kimia dan biologi, kenyamanan termal, kebisingan, kualitas cahaya alami dan akses pemandagan ke luar ruang, tanaman dalam ruang, pengendalian hama, serta survei pengguna ruang.
Melalui kriteria IHC ini, diharapkan akan terjadi peningkatan tingkat kenyamanan pada ruang interior gedung. IHC pada ruang interior memiliki penilaian yang paling banyak dibandingkan bangunan baru dan bangunan hijau. Sebabnya, memanglah penekanan penerapan green building pada ruang interior adalah kenyamanan dalam ruangnya. IHC pada interior space dibagi menjadi 12 kriteria penilaian, yaitu:
- IHC P No Smoking Campaign atau Kampanye Bebas Asap Rokok
- IHC 1 Outdoor Air Introduction atau Introduksi Udara Luar
- IHC 2 CO2 Monitoring atau Pemantauan Kadar CO2
- IHC 3 Chemical Pollutant atau Polutan Kimia
- IHC 4 Indoor Pollutant Source Control atau Pengendalian Sumber Pencemar di dalam Ruangan
- IHC 5 Biological Pollutant atau Polutan Biologi
- IHC 6 Visual Comfort atau Kenyamanan Visual
- IHC 7 Outside View and Daylight atau Pemandangan ke Luar dan Chaya Matahari
- IHC 8 Thermal Comfort atau Kenyamanan Suhu Udara
- IHC 9 Acoustic Level atau Tingkat Kebisingan
- IHC 10 Interior Plants atau Tanaman dalam Ruang
- IHC 11 Pest Management atau Pengendalian Hama
- IHC 12 Room Occupant Survey atau Survei Terhadap Pengguna Ruang
Pada artikel ini, kami akan membantu menjelaskan kepada Anda mengapa setiap kriteria pada IHC menjadi sangat penting dalam green building.
PENTINGNYA MEMENUHI IHC PRASYARAT
IHC Prasyarat adalah No Smoking Campaign atau Kampanye Bebas Asap Rokok. IHC P muncul dilatarbelakangi asap rokok. Asap rokok mengandung lebih dari 4000 senyawa kimia, dengan 40 senyawa diketahui bersifat karsinogen. Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan penyakit kronis seoerti kanker paru-paru dan penyakit jantung. Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan perokok aktif, tetapi juga bagi perokok pasif. Asap rokok membunuh satu perokok pasif dari setiap delapan orang yang meninggal akibat merokok. Berdasarkan program yang dicanangkan WHO dan Peraturan Pemerintah untuk pebcegahan penyaik akibat rokok dan guna mengendalikan asap rokok, maka pada proyek ruang interior diberlakukan tindakan untuk melindungi pengguna ruangan dari dampak asap rokok dengan menetapkan ruangan yang digunakan adalah bebas dari asap rokok, memberikan tanda peringatan akan bahaya merokok, serta mengajak pengguna ruangan untuk berhenti merokok.
Isu lain yang terkait kriteria ini adalah merujuk data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010 bahwa pengeluaran rata-rata per kapita sebulan penduduk Indonesia menurut kelompok barang makanan pada tahung 2009 menempatkan tembakau di peringkat ketiga setelah padi-padian dan makanan jadi. Sedangkan ikan, sayur, telur, dan susu berada dibawahnya. Tentunya ini merupakan ironi ditengah upaya untuk meningkatkan gizi dan kesehatan keluarga.
Rokok adalah isu awal yang paling sering dibahas namun penerapannya sangat belum maksimal. Untuk itu, setidaknya sebelum membicarakan kenyamanan dalam ruang lebih jauh lagi, kampanye bebas rokok menjadi syarat minimal dalam pengambilan kredit IHC.
Saat jumlah kebutuhan udara segar di dalam ruangan tidak terpenuhi, udara di dalam ruangan akan menjadi statis, bau dan terjadi akumulasi kontaminan. Kondisi seperti itu adalah penyebab utama terjadinya sick building syndrome (SBS). Gejala SBS seperti sakit kepala, iritasi mata, gangguan alat pernapasan dan stres akan berpengaruh pada menurunnya produktivitas kerja penghuni.
Sirkulasi udara adalah poin utama dalam menciptakan lingkungan udara yang sehat di dalam ruangan. Untuk menciptakan sirkulasi udara yang baik, hal yang harus diperhatikan adalah aliran pertukaran udara sejak tahap desain agar tidak banyak keluhan kesehatan yang ditimbulkan pada tahap operasional.
Dalam praktiknya, perhitungan kebutuhan laju udara ventilasi belum umum di Indonesia, padahal perhitungan ini yang akan digunakan untuk mendesain sirkulasi udara di dalam ruangan. Oleh karena itu, kriteria IHC 1 ini hadir dengan tujuan menjadikannya praktik umum. Selain itu, perthitungan kebutuhan laju udara ventilasi bisa dijadikan alat untuk memberikan informasi yang transparan kepada pihak manajemen.
Gejala seperti pusing, sakit kepala dan peningkatan detak jantung umumnya terjadi sebagai akibat dari tingginya kadar CO2 di dalam ruangan. CO2 yang ada di dalam ruangan dihasilkan dari respirasi manusia dan aktivitas memasak. Meningkatnya kadar CO2 di dalam ruang merupakan indikator tidak efektifnya ventilasi dalam melakukan pertukaran udara segar.
Memantau level CO2 di ruangan dilakukan untuk memastikan kuantitas udara segar dalam ruangan dan mengukur keefektifan ventilasi udara, juga menghindari adanya keracunan gas CO2 terhadap pengguna ruangan. Keberadaan sensor ini juga dapat mengurangi konsumsi energi listrik karena kelebihan ventilasi, dan oleh karena itu dapat mengurangi polusi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik pada produksi energi.
Untuk itulah IHC 2 lahir agar bisa memantau kadar CO2 sehingga akan memunculkan kenyamanan ketika menghirup udara dan tentunya akan menciptakan lingkungan yang lebih sehat.
Adapun IHC 3 dilatarbelakangi oleh beberapa material proyek ruang interior, komposisinya terdiri atas senyawa kimia yang berdampak buruk terhadap kualitas udara dalam ruang dan atmosfir bumi. Senyawa yang paling menonjol adalah senyawa yang mudah menguap (volatile organic compound/VOC), berkontribusi terhadap kontaminasi udara yang dapat menyebar di dalam ruangan sehingga membahayakan kesehatan manusia. Salah satu jenis VOC adalah formaldehida. Emisi formaldehida pada produk kayu olahan yang biasa digunakan untuk perlengkapan interior ruangan antara lain disebabkan oleh penggunaan perekat yang mengandung formaldehida seperti urea formaldehida, fenol formaldehida, dan melamin urea formaldehida. Besarnya emisi formaldehida antara lain dipengaruhi oleh kelebihan formaldehida yang tidak beraksi dalam pembuatan perekat tersebut.
Produk kayu olahan yang digunakan di dalam ruangan bisa mengeluarkan emisi formaldehida yang berdampak buruk terhadap kesehatan penggunanya pada tingkat tinggi (diatas 0,1 ppm) seperti mata berair, iritasi mata, hidung, dan tenggorokan; bersin-bersin dan batuk; iritasi kulit; dan beberapa keluhan sulit bernapas. Pada tingkat emisi yang lebih tinggi dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan kanker. Reaksi kesehatan ini juga berlaku terhadap efek negatif dari emisi VOC yang umumnya terdapat pada aplikasi cat, coating, pernis, karpet, perekat dan sealant.
Penggunaan material yang mengandung asbes dapat berhaya pada saat material tersebut rusal, pecah, atau dibongkar menjadi serat mikroskopis dan mencemarkan udara yang dapat terhirup pengguna ruang sehingga menimbulkan potensi penyakit paru-paru dan kanker pada manusia.
IHC 3 memfokuskan chemical polutan pada beberapa material yang ada pada ruangan.
Aktivitas pengguna dan pengunjung gedung berkontribusi terhadap perubahan kualitas udara dalam ruangan, melalui sepatu dan pakaian yang tercemar debu jalanan. Menumpuknya volume debu di dalam ruangan dapat menurunkan estetika interior, mengganggu saluran pernapasan, dan debu merupakan media transmisi mikroba melalui udara. Pada tahap kegiatan operasional, kebersihan ruang interior dari pengaruh pencemaran debu menjadi prioritas agar ruangan akan tetal selalu bersih.
Penggunaan mesin foto kopi, fax dan printer dengan intensitas tinggi akan menghasilkan kebisingan sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Cahaya kuat yang dipancarkna dari mesin foto kopi akan menyebabkan silau bagi operator. Selain itu, mesin foto kopi menghasilkan gas dan uap berbahaya yang akan menyebabkan iritasi mata, masalah pernapasan dan sakit kepala.
Kontaminasi udara dapat berasal dari tempat penyimpanan dan pencampuran cairan pembersih yang tercecer sehingga akan mempengaruhi kesehatan para penggunanya. Selain itu, asap dapur seringkali akan mengeluarkan bau yang tidak nyaman dan berpotensi mengganggu saluran pernapasan. Dalam hal ini, jika partikel dan asap dapur masuk ke saluran udara pada sistem pendingin ruang utama, maka akan menyebarkan zat pencemar yang mempengaruhi kualitas udara ke ruangan di sekitarnya.
Seluruh sumber pencemar di dalam ruangan perlu dikontrol. Untuk itu IHC 4 muncul agar seluruh sumber pencemar di dalam ruangan bisa dikendalikan.
Kalau IHC 3 fokus pada chemical pollutan, adapun IHC 5 fokus pada biological pollutant. Sistem ventilasi dan pengondisian udara dapat menjadi sumber berbagai macam kontaminan yang berpotensi menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan pengguna ruang. Kontaminan yang dimaksud antara lain: debu, jamur, dan bakteri. Filter udara yang digunakan di sebagian besar bangunan di Indonesia, tidak dapat mencegah introduksi partikel yang halus, kemudian dalam beberapa jangka waktu tertentu terjadi akumulasi debu dan mengendap di filter dan sepanjang saluran udara. Endapan debu tersebut dapat menyebar saat aliran udara menuju ruangan. Akumulasi debu menjadi media yang kondusif bagi perkembangbiakan mikroba. Keadaan ini yang membuat kualitas udara ruang berbahaya bagi kesehatan penggunanya. Keadaan yang tidak diinginkan adalah jika mikroba yang berkembang merupakan bakteri patogen seperti Legionella. Keadaan yang paling buruk adalah terjadinya wabah legionellosis.
Pembersihan sistem pengondisian udara secara berkala mampu mencegah transmisi mikroba melalui udara yang dapat terhirup pengguna ruang. Selain itu, kegiatan ini juga dapat mempertahankan efektifitas kinerja pendingin ruangan tersebut sehingga mengurangi penggunaan energi listrik.
IHC 6 dilatar belakangi dari kajian sumber pencahayaan pada suatu bidang kerja yang diperoleh dari cahaya alami dan cahaya buatan. Untuk penerangan ruangan, sebaiknya mengutamakan penerangan alamiah. Apabila penerangan alamiah tidak memungkinkan, barulah penerangan buatan dimanfaatkan dan inipun harus dilakukan dengan tepat. Pemanfaatan cahaya matahari secara tidak tepat dapat menyebabkan silau. Sedangkan penerangan yang tidak memadai akan menyebabkan otot iris pada mata untuk beraktifitas lebih keras saat mengatur pupil mata agar dapat menyesuaikan dengan intensitas penerangan yang tersedia. Semuanya berakibat pada kelelahan otot-otot mata. Ketidaknyamanan cahaya di tempat bekerja juga dapat menimbulkan beban visual berupa ketidaknyamanan mata seperti mata merah, iritasi mata, pandangan mengabur dan kesulitan membaca obyek saat bekerja.
Dengan menyeimbangkan tingkat pencahayaan ambien dan penyediaan sistem pengaturan cahaya, maka dapat mengurangi konsumsi listrik karena pengurangan beban panas akibat dari penerangan ruangan yang tidak perlu sehingga ikut mengurangi beban lingkungan dari operasional pembangkit listrik. Selain itu, kriteria ini dari aspek sistem pengaturan tirai dapat mencegah pengaruh silau cahaya matahari yang dapat mengganggu kenyamanan mata. Dengan demikian, dapat menghindari keletihan, perasaan tidak nyaman serta penuruna semangat kerja akibat pengaruh silau cahaya.
Kebiasaan bagi para pekerja kantoran yang kebanyakan telah menghabiskan waktu untuk bekerja di belakang layar komputer, yaitu mempunyai keluhan berupa kelelahan mata, sehingga menyebabkan terjadi penurunan kinerjanya. Hal tersebut dapat dikurangdi, yaitu secara berkala (periodik) dengan melihat obyek di ruang luar pada jarak tertentu. Dinding transparan merupakan sarana penghubung secara langsung terhadap unsur-unsur alam, sumber cahaya matahari, informasi mengenai cuaca dan pengamatan keadaan sosial yang terjadi di luar ruangan.
Pekerja yang mendapatkan akses pemandangan alam pada sebuah penelitian menunjukkan adanya penurunan tingkat stres, berkurangnya tingkat frustasi, lebih sabar, dan memiliki hasil yang lebih positif pada ukuran kepuasan hidup secara keseluruhan. Pemandangan alam juga dapat memberikan manfaat kognitif, termasuk meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Kenyamanan dalam ruang tentunya juga termasuk aspek kenyamanan psikis yang ada pada pengguna gedung. Untuk itulah IHC 7 muncul untuk membuat kenyamanan pada pemandangan ke luar.
Kalau IHC 7 fokus pada kenyamanan visual, IHC 8 fokus pada kenyamanan termal. IHC 8 dilatarbelakangi dari bangunan komersial dengan sistem pengondisian udara secara sentral yang tidak dilengkapi akses bagi penggunanya untuk dapat mengendalikan suhu udara ruang secara individual. Padahal, suhu udara yang nyaman bagi masing-masing pengguna dapat bervariasi tergantung dari preferensi, jenis pakaian yang digunakan dalam ruangan tersebut, dan aktivitas individu. Sistem tata udara yang menyediakan sistem kontrol individu atas suhu udara ruangan, pada umumnya akan mengurangi keluhan terhadap faktor kenyamanan oleh para pengguna. Pengguna yang berada di bangunan dengan sistem pengondisian udara sentral menjadi lebih sempit terhadap toleransi suhu udara ruangnya. Mereka memiliki ekpektasi yang besar terhadap homogenitas suhu yang dingin dan menjadi lebih kritis jika kondisi termal tidak sesuai dengan ekspektasinya.
Manfaat kriteria IHC 8 adalah adanya potensi untuk melakukan penghematan energi listrik sehingga dapat menurunkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, seperti adanya pengurangan penggunaan bahan bakar dan emisi udara pembangkit tenaga listrik.
Kebisingan merupakan sumber gangguan yang paling umum di perkantoran dan berpotensi mengakibatkan peningkatan stres. Sumber kebisingan di dalam ruangan biasanya berasal dari dalam bangunan itu sendiri, seperti sistem ventilasi, lift, plambing, dan sistem tata cahaya dan bisa juga berasal dari luar bangunan, seperti: suara mesin kendaraan di jalan raya. Namun pada sistem tata suara (akustik) dalam beberapa kesempatan masih belum menjadi bahan pertimbangan yang dipilih dalam desain termasuk diantaranya sistem ventilasi dan tata cahaya dalam dunia arsitektural. Kinerja akustik akan menjadi buruk bila para perancang dan pemilik bagunan tidak cukup mengerti, bahwa sensitivitas tingkat bunyi yang mengganggu bagi masing-masing orang dapat berbeda-beda, selain itu setiap perbedaan fungsi ruang akan memiliki tingkat kebisingan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan bahan untuk interior dan kerjasama dengan para ahli tata akustik guna menghasilkan tingkat bunyi yang optimal.
IHC 9 muncul dari segi pengendalian tingkat kebisingan yang dapat menjadi sumber polusi suara.
IHC 10 dilatarbelakangi oleh pentingnya menanam tanaman hias. Tanaman hias pada dekorasi interior bermanfaat meningkatkan prduktivitas kenierja pengguna ruang. Hal ini karena tanaman hias dapat mereduksi polutan udara (antara lain: formaldehida, benzena, CO2), dan estetika unsur alam di lingkungan kerja dapat memberikan suasana nyaman serta dapat mengurangi stres. Efek negatif tanaman dalam ruang bagi pengguna ruang adalah udara dapat menjadi lebih lembab dan potensi adanya mikroba serta hama dari media tanam. Adapun efek negatif terhadap tanaman adalah tanaman dapat mati jika tidak mampu beradaptasi. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman yang adaptif untuk di dalam ruang dan pemeliharaan tanaman secara berkala.
Jenis tanaman yang digunakan untuk proyek interior merupakan tanaman budi daya yang sudah diperlakukan terlebih dahulu agar adaptif terhadap suasana dalam ruang. Pemilihan jenis dipilih berdasarkan penelitian yang menunjukkan tanaman yang dapat menurunkan polutan udara ruang sehingga keberadaan tanaman menjadi efektif sebagai pereduksi polutan dan dekorasi interior.
Setelah pentingnya menanami tanaman pada IHC 10, di sisi lain akan memunculkan hama. Binatang lain pun akan muncul dalam ruangan. Semua binatang yang berada di suatu ruang disebut dengan hama jika dirasa menganggu bagi pengguna ruang. Umumnya, hama yang ditemukan di perkantoran, pertokoan, dan restoran adalah serangga (lalat, rayap, dan nyamuk) dan tikus. Keberadaan hama tidak hanya mengganggu kenyamanan pengguna ruang, tetapu juga dapat menimbulkan penyakit seperti alergi, pes, diare, dan demam berdarah. Pembasmian hama umumnya menggunakan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, agar efektif dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan maka perlu dilakukan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM)
Keberadaan hama dapat mengganggu kualitas lingkungan dan juga mengganggu keseimbangan lingkungan di sekitarnya. Penerapan PHT dapat mencegah menurunnya kualitas lingkungan akibat hama; dan dengan manajemen yang tepat berkonsep ekologis dapat meningkatkan kualitas lingkungan, misalnya dengan meningkatkan daur hidup dan keberlanjutan tanaman, mencegah potensi pencemaran udara dan air tanah. Selain itu, penggunaan pestisida dapat diterapkan dengan baik dan benar, sehingga menekan risiko terhadap lingkungan yang akan timbul akibat efek samping dari penggunaan pestisida.
Maka dari itu muncullah kredit IHC 11 berfokus pada pengendalian hewan-hewan yang mengganggu.
Survei terhadap para pengguna ruang untuk menampung penilaian yang sulit diukur secara obyektif, terhadap performa dari suasana ruangan dan untuk membuktikan usaha manajemen dalam menciptakan kenyamanan lingkungan interior. Kenyamanan suhu udara, pencahayaan ruang, tingkat kebisingan dan tingkat kesilauan, merupakan penilaian subyektif dan terkait erat dengan fisiologis. Selain itu, hal yang dapat menimbulkan keluhan pengguna adalah kualitas kebersihan ruangan. Kriteria ini merupakan bentuk kepedulian pihak manajemen pengguna terhadap kepuasan dan kenyamanan para pengguna ruangan setelah sudah dilakukan perbaikan sistem melalui IHC lainnya.
IHC 12 muncul dengan pesan tersirat bahwa kenyamanan dalam ruang akan tetap bermuara pada penghuninya, bukan hanya murni pengaturan fisik interior bangunan.