Ketersediaan air bersih termasuk air minum sudah merupakan permasalahan sejak lama di Indonesia. Dengan populasi sebesar lebih dari 200 juta penduduk, ketersediaan air bersih hanya sekitar 4,85%. Selain itu, jumlah proporsi rumah tangga dengan akses keberlanjutan terhadap air layak minum hanya sebesar 47,71%. Sedangkan secara khusus di daerah perkotaan, ketersediaan air bersih hanya mencakup 49,82% dari kebutuhan air bersih penduduk perkotaan dan sisanya menggunakan air dari sumber lainnya seperti sungai.
Peningkatan kesadaran akan pentingnya penghematan air merupakan tujuan utama dari kategori ini. Penggunaan air bersih yang berlebihan dan pencemaran merupakan bagian dari penyebab degradasi kualitas dan kuantitas air. Penggunaan air bersih yang berkaitan dengan penggunaan opersional ruang secara umum untuk mengakomodasi aktivitas-aktivitas konsumsi meliputi konsumsi untuk minum, memasak, aktivitas kebersihan, sampai dengan aktivitas pemeliharaan seperti penyiraman tanaman dalam ruang atau pun irigasi untuk lansekap. Sumber air bersih yang sering digunakan adalah berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil dari sumber mata air terdekat, sumur tanah dalam dan dari sungai. Kebergantungan terhadap sumber air bersih ini seringkali tidak diiringi dengan perilaku yang mendukung penghematan air.
Upaya penghematan air menjadi salah satu fokus utama dalam agenda pihak manajemen pengguna. Hal pertama yang harus diupayakan adalh dengan adanya usaha konservasi air melalui kampanya. Selain itu, pemantauan dan melakukan kontrol pemakaian air pada ruang pengguna serta kondisi unit alat plambing juga dilakukan sebagai langkah penghematan air. Hasil dari laporan aktivitas pemantauan dan pengawasan tersebut dapat dijadikan acuan dalam melakukan upaya penghematan. Misalnya saja secara korektif dapat dilakukan dengan mendorong pengguna melakukan pemasangan water fixtures efisiensi tinggi sebagai upaya penghematan air. Hal lain yang juga patut untuk ditingkatkan adalah penyediaan air minum secara mandiri untuk mengurangi ketergantungan dari air minum kemasan, sebagai bagian dari konsep ramah lingkungan yang akan mengurangi jumlah limbah padat yang berasal dari kemasan botol air minum tersebut.
WAC pada bangunan eksisting dibagi menjadi 9 kredit penilaian, yaitu:
- WAC P, yaitu Water Conservation Campaign atau Kampanye Konservasi Air
- WAC 1, yaitu Water Sub-metering atau sub-metering air
- WAC 2, yaitu Water Monitoring Control atau kontrol pemantauan air
- WAC 3, yaitu Fresh Water Efficiency atau efisiensi air bersih
- WAC 4, yaitu Water Quality atau kualitas air
- WAC 5, yaitu Recycled & Alternative water atau air alternatif & daur ulang
- WAC 6, yaitu Potable Water atau air minum
- WAC 7, yaitu Deep Well Reduction atau pengurangan sumur dalam
- WAC 8, yaitu Water Tap Efficiency atau efisiensi keran air
Pada tulisan ini, kami akan menjelaskan kepada Anda pentingnya setiap kriteria penilaian WAC dalam green building
Prasyarat untuk pengambilan WAC pada existing building adalah kampanye konservasi air. WAC P dilatarbelakangi oleh krisis air bersih yang sangat berpotensi menjadi ancaman global termasuk di Indonesia, karena sejumlah daerah khususnya di kota-kota besar bahkan sudah di ambang kekurangan pasokan air bersih. Oleh sebab itu diperlukan adanya beberapa strategi untuk memenuhi kebutuhan air secara efektif dan efisien.
Perilaku manusia termasuk salah satu isu dari terhambatnya upaya penghemetan air. Kita cenderung kurang memperhatikan pemakaian air dan kadang tidak sadar akan adanya peluang untuk menghemat air. Penanaman pola pikir dan perilaku hemat air ini termasuk salah satu strategi yang dapat dilakukan mengingat nilai konsumsi air yang dapat dihemat cukup signifikan. Kesadaran mengenai pentingnya penghematan energi, melakukan upaya untuk mengubah pola pikir dan perilaku, serta pemberian motivasi untuk mengubah perilaku dapat dilakukan mulai dari adanya kebijakan sampai pemberian informasi melalui media kampanye. Dari situlah WAC Prasyarat muncul untuk menanamkan pentingnya upaya penghematan air. Yang paling krusial adalah upaya kampanye dahulu sebagai syarat, karena kampanye ini akan memberikan efek kesadaran yang lebih cepat. Pada existing building, prasyarat kampanye adalah adanya surat pernyataan komitmen dari manajemen tertinggi yang mencakup adanya monitoring, target penghematan, dan rencana jangka waktu tertentu. Selain itu adanya kampanye berupa stiker, poster dan email.
Krisis air bersih sangat berpotensi menjadi ancaman global termasuk di Indonesia, karena sejumlah daerah khususnya di kota-kota besar bahkan sudah di ambang kekurangan pasokan air bersih. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum bahwa sejak tahun 2000 di Indonesia, sumber air bersih di beberapa pulau, antara lain pulau Jawa, Bali, dan NTT telah mengalami defisit air bersih terutama pada musim kemarau. Krisis air bersih ini salah satunya dipengaruhi oleh tingginya tingkat pemakaian air dan berkurangnya pasokan air tanah.
Tingkat pemakaian air dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kegiatan harian, gaya hidup, tingkat ekonomi. Tingginya tingkat pemakaian air disebabkan besarnya penggunaan air dan adanya penggunaan air secara tidak terkontrol dan berlebihan. Krisis air bersih akan meningkat seiring pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan perekonomian.
WAC 1 pada bangunan eksisting melanjutkan semangat yang ada pada WAC P1 bangunan baru. Pada WAC P1 bangunan baru, meteran menjadi wajib dipasang pada lokasi tertentu sebagai prasyarat pengambilan kredit WAC. Adapun untuk eksisting building, yang difokuskan adalah sub-meter pada penggunaan air. Sub-meter tersebut diletakkan pada area publik, area komersil, dan utilitas bangunan. Adapun tujuan adanya kredit ini sama, yaitu untuk membudayakan pemantauan penggunaan air sehingga nantinya dapat dilakukan pengotrolan dan konservasi.
Konsumsi air yang berlebihan dan kebocoran termasuk penyebab dari permasalahan air di Indonesia. Hal tersebut bisa disebabkan oleh faktor usia dari sistem plambing itu sendiri, atau karena kurangnya perawatan. Kebocoran pada sebuah keran yang tak tertutup sempurna dapat menyebabkan pemborosan sebanyak 50-100 liter per hari, sehingga kemungkinan pemborosan air karena kebocoran dalam sebuah gedung dapat mencapai sekitar 12% dari total konsumsi air gedung harian. Untuk memantau dan mengontrol pemakaian air diperlukan suatu sistem pemeliharaan dan pemeriksaan secara berkala dan konsisten.
Jumlah penggunaan air dapat dipantau dengan pemasangan meteran air. Pada gedung yang telah memiliki jaringan pipa dan plambing tertanam di dalam gedung, diperlukan pemasangan sub-meter yang mudah diakses oleh manusia, pada jalur pipa yang telah ada. Dengan terpasangnya sub-meter diharapkan dapat mempermudah manajemen dalam melakukan penerapan kebijakan konservasi air.
Selain dengan pemasangan meteran air, adanya sistem pemeriksaan dan pemeliharaan secara berkala bisa dilakukan oleh pihak manajemen untuk memantau pemakaian air. Adanya kebocoran air bisa diketahui dengan adanya laporan secara berkala dari konsumsi air pada area yang digunakan. Sistem tersebut diperlukan untuk mengambil tindakan yang tepat dan cepat dalam menanggapi adanya kebocoran air, sehingga dapat menghemat penggunaan air dan menjaga sumber daya air yang ada.
Bagian WAC 2 termasuk salah satu yang penting untuk bisa terjalinnya konservasi air. Konservasi air sangat berhubungan erat dengan adanya pemantauan penggunaan air sebagai langkah awal secara jangka panjang. Untuk eksisting building, yang dijadikan penilaian adalah adanya SOP dan pelaksanaan pemeliharaan dan pemeriksaan sistem plambing secara berkala. Untuk sertifikasi pertama, yang ditunjukkan adalah neraca air dalam 6 bulan terakhir. Adapun berikutnya, laporan tahunan selama 3 tahun terakhir terus diupdate secara berkala.
WAC 3 muncul dilatarbelakangi oleh perlunya menggunakan air sehemat dan seefisien mungkin. Standar penggunaan gedung dibagi berdasarkan jenisnya, beberapa di antaranya adalah.
- Kantor
- Restoran
- Stasiun / Terminal
- Rumah Sakit
- Hotel
- Rumah Tinggal
- Rumah Susun
Berikut ini merupakan daftar lengkapnya yang mengacu pada SNI 03-7065-2005
No. | Penggunaan Gedung | Pemakaian Air | Satuan |
1 | Rumah Tinggal | 120 | Liter/penghuni/hari |
2 | Rumah Susun | 100 | Liter/penghuni/hari |
3 | Asrama | 120 | Liter/penghuni/hari |
4 | Rumah Sakit | 500 | Liter/ bed/ hari |
5 | Sekolah dasar | 40 | Liter/siswa/hari |
6 | SLTP | 50 | Liter/siswa/hari |
7 | SMU/ SMK | 80 | Liter/siswa/hari |
8 | Ruko /Rukan | 100 | Liter/penghuni & pegawai/hari |
9 | Kantor / Pabrik | 50 | Liter/pegawai/hari |
10 | Toserba / Toko Pengecer | 5 | Liter /m2 |
11 | Restora | 15 | Liter/ kursi |
12 | Hotel Berbintang | 250 | Liter/bed/hari |
13 | Hotel Melati/ penginapan | 150 | Liter/bed/hari |
14 | Gedung pertunjukan/ bioskop | 10 | Liter/kursi |
15 | Gedung Serba Guna | 25 | Liter kursi |
16 | Stasiun / Terminal | 3 | Liter/penumpang tiba & pergi |
17 | Peribadatan | 5 | Liter/orang |
(belum tempat ar wudhu) | |||
Meskipun air dapat diambil dengan bebas, penggunaannya harus dibatasi. Penggunaannya terbatasi oleh jumlah orang yang ada pada rumah ataupun gedung. Di Indonesia sendiri, sudah terjadi krisis air bersih di daerah-daerah tertentu bahkan hingga di ibukota Jakarta sendiri. Orang-orang sulit untuk mendapatkan air bersih, selain itu air yang tersediapun tidak jarang yang memiliki kandungan pengotor seperti besi dengan persentasi yang cukup tinggi. Berkurangnya air tanah juga semakin mempersulit untuk memperoleh air bersih dari sumur-sumur buatan yang banyak dibangun. Dengan krisis seperti ini penggunaan air bersih pada gedung juga harus dibatasi seefisien mungkin.
Untuk itulah WAC 3 muncul agar gedung-gedung yang memiliki konsumsi berlebih hingga 20% diatas SNI dapat diatur konsumsi air bersihnya sehingga dapat mencapai SNI atau bahkan lebih rendah dari SNI dan akan diberikan kredit peniliaian.
Kualitas air sangat diperhatikan sehingga air bersih yang terdapat pada gedung betul-betul dapat digunakan sebagai sumber air. Air alternatif seperti air permukaan dan air hujan perlu terus dipantau untuk memenuhi baku mutu tertentu sebagai air bersih untuk keperluan domestik. Beberapa parameter dari air berbagai sumber perlu diperiksa agar sesuai standar air baku. Parameter tersebut diantaranya adalah Warna (dengan Visual Comparison Method), TDS dan TSS (dengan pemanasan & penimbangan), kekeruhan (dengan turbidimeter), temperatur, daya hantar listrik (dengan konduktivitimeter), pH, oksigen terlarut (dengan metode winkler), nitrat (dengan Brucin-spektrofotometer), Nitrit (dengan reaksi Diazotasi-Spektrofotometer), besi (dengan kolorimeter-visual), kesadahan total dan kalsium (dengan titrasi kompleksometri EDTA), klorida (dengan titrasi Argentometeri cara Mohr), mangan (dengan kolorimeter reagen persulfat), sulfat (dengan Brucin-spektrofotometer), zat organik (dengan titrasi permananometri), DPC (dengan kolorimetri reagen ortotolidin), dan tingkat asiditas (dengan SNI 06-2422).
Untuk itu WAC 4 muncul agar kualitas air terus terpantau di samping laju alirnya. Agar kredit ini terpenuhi, yang diperlukan adalah menunjukkan bukti laboratorium dalam 6 bulan terakhir dari air sumber primer yang sesuai kriteria air bersih, minimal sekali dalam 6 bulan. Adapun sertifikasi berikutnya, yang diperlukan adalah setiap 6 bulan dalam 3 tahun terakhir.
WAC 5 hadir karena kesadaran akan kebutuhan manusia akan air bersih di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan ekonomi. Pada area perkotaan, penyediaan air merupakan aspek yang harus terus berkembang dan ditingkatkan dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi berupa pertumbuhan populasi, makin luasnya area dan jenis pelayanan, perubahan karakter populasi yang makin modern dan tuntutan kualitas pelayanan. Saat ini pemakaian air bersih gedung yang dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari masih bergantung pada dua sumber utama, yaitu air tanah dan air permukaan. Pemanfaatan air tanah diambil secara mandiri di area gedung. Selain itu, pemanfaatan air permukaan oleh gedung saat ini masih banyak tergantung pada sumber air berlangganan dari perusahaan pengolahan air.
Dengan adanya ancaman menipisnya sumber air bersih, perlu dilakukan upaya alternative. Pemakaian air yang efisien merupakan prioritas dalam menghemat air, akan tetapi mencari sumber air alternatif yang mampu memenuhi kebutuhan air bersih merupakan langkah penting membantu konservasi air. Beberapa alternatif yang dipertimbangkan antara lain air laut, air hujan, limpasan air permukaan, dab daur ulang air limbah.
Penggunaan air alternatif merupakan sumber air berkelanjutan yang dapat mengurangi ketergantungan dari sumber air jaringan dan air tanah. Sehingga distribusi air jaringan dapat disalurkan memenuhi kebutuhan masyarakat lain, dan kapasitas air tanah dapat dikonservasikan.
WAC 5 membangun semangat untuk menggunakan sumber air alternatif yang diproses sehingga menghasilkan air bersih untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber air utama. Sumber air alternatif yang bisa bebas baik air kondensasi AC, air bekas wudhu, ataupun air hujan. Standar penilaian untuk WAC 5 eksisting building tidak terlalu tinggi. Tolok ukur pertama adalah air daur ulang digunakan untuk cooling ataupun irigasi dimana 100% kebutuhannya terpenuhi oleh air tersebut. Tolok ukur kedua adalah air tersebut digunakan untuk kebutuhan flushing WC. Tolok ukur ketiga adalah memiliki teknologi khusus sehingga keluarannya setara dengan standar air bersih.
Pada kriteria WAC 6 ini, yang dimaksud dengan potable water adalah air minum yang dikonsumsi oleh pengguna gedung. Air minum merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, yang harus tersedia dalam kuantitas yang cukup dan kualitas yang memenuhi syarat. Air minum dibutuhkan manusia untuk beraktifitas, dengan kebutuhan air minum sekitar 2 liter atau 8 gelas dalam sehari. Oleh karena itu, pihak manajemen pengguna perlu menyediakan fasilitas air minum untuk menjamin kesehatan seluruh karyawan di area yang digunakan.
Sistem penyediaan air yang disediakan oleh PDAM realistisnya baru disebut air bersih bukan air minum, karena kualitas air yang disediakan belum dapat memenuhi persyaratan untuk air minum. Saat ini penyediaan air minum mayoritas disediakan oleh perusahaan air minum kemasan swasta.
Perlu adanya upaya dari pihak manajemen untuk menyediakan kebutuhan air minum secara mandiri untuk mengurangi ketergantungan dari air minum kemasan. Banyak pilihan teknologi pengolahan air minum yang dapat digunakan dengan proses pengolahan yang ramah terhadap lingkungan. Manajemen pengguna harus secara cermat memilih jenis pengolahan air minum yang dipilih, kualitas air minum hasil pengolahan secara mandiri harus memenuhi standar kualitas air minum untuk menjaga kesehatan pengguna. Dari sinilah kredit WAC 3 muncul untuk melakukan konservasi air sekaligus mengurangi jejak karbon karena adanya aktivitas ketergantungan pada air minum kemasan. Untuk WAC 6 eksisting building, yang dijadikan parameter adalah adanya sistem filtrasi yang menghasilkan air minum sesuai Permenkes No. 492 tahun 2010 minimal di setiap dapur atau pantri.
WAC 7 muncul dilatarbelakangi oleh perlunya menggunakan air sumur seminimal mungkin. Bahkan kalau perlu, akan lebih baik untuk tidak menggunakan air sumur dalam sama sekali untuk konsumsi air secara keseluruhan.
Sebagaimana yang perlu diketahui, air tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Di Indonesia terdapat beberapa peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengelolaan air tanah, seperti Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 15 Tahun 2012 tentang penghematan penggunaan air tanah serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 121 tahun 2015 tentang pengusahaan sumber daya air. Khusus untuk kota Jakarta sendiri sekarang ini pada tahun 2018 sedang dirancangkan peraturan daerah yang mengatur larangan pengambilan air tanah. Air tanah di Jakarta sendiri jumlahnya sudah minim dan berakibat pada terjadinya kemiringan tanah Jakarta yang cukup mengkhawatirkan. Tidak menutup kemungkinan daerah lain akan menyusul apabila tidak dilakukan pembatasan penggunaan air tanah. Maka dari itu, untuk gedung, sangat tidak disarankan menggunakan air tanah.
Untuk itulah WAC 7 muncul agar pada gedung setidaknya maksimal hanya menggunakan air sumur dalam 10% dari konsumsi air secara keseluruhan. Apabila berhasil dengan tidak sama sekali menggunakan air sumur maka akan diberikan tambahan poin.
Pada kriteria WAC 6 ini menekankan pada pemasangan fitur air yaitu keran dengan efisiensi tinggi. Penggunaan air bersih berkaitan dengan penggunaan operasional gedung secara umum untuk mengakomodasi aktivitas-aktivitas konsumsi meliputi konsumsi untuk minum, memasak, aktivitas kebersihan. Walaupun tidak hanya mengenai penggunaan alat keluaran air yang hemat air, jenis keran berpengaruh besar dalam penggunaan air dalam gedung.
Dalam bangunan, keran air area publik digunakan untuk aktivitas yang tidak bisa dikurangi atau dihindari. Penggunaan air pada alat keluaran air dipengaruhi oleh pola penggunaan dan konsumsi per penggunaan. Dari dua hal ini, faktor pola penggunaan tidak bisa secara langsung ditangani oleh manajemen gedung karena dipengaruhi oleh faktor pribadi dari penghuni gedung. Melalui penggunaan keran yang efisien bisa mempengaruhi konsumsi per penggunaan yang mengurangi konsumsi air.
Maka dari itu, WAC 2 mendorong para manajemen bangunan untuk memasang keran yang efisien setidaknya minimal 50% dari total unit keran air menggunakan fitur autostop.